Di Ambang Turbulensi, Krisis Ukraina Ancam Ketahanan Pangan Global, Pasokan Semakin Menipis
Setelah invasi Rusia ke Ukraina, pasar pangan global dihadapkan pada turbulensi yang dapat mengancam ketahanan pangan bagi populasi di seluruh dunia.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Setelah invasi Rusia ke Ukraina, pasar pangan global dihadapkan pada turbulensi yang dapat mengancam ketahanan pangan bagi populasi di seluruh dunia.
Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia, David Beasley baru-baru ini mengakui, perang di Ukraina dapat menyebabkan krisis pangan global.
“Peluru dan bom di Ukraina dapat membawa krisis kelaparan global ke tingkat yang melampaui apa pun yang telah kita lihat sebelumnya.” ungkap Beasley, yang dikutip dari situs tribuneindia.com, Jumat (8/4/2022).
Baca juga: Tentara Rusia Interogasi Warga Ukraina Lalu Menembaknya, Menurut Rekaman Intelijen Jerman
Kenaikan tajam ini dikaitkan dengan berbagai faktor, terutama pasokan energi dan transportasi. Biaya untuk kedua hal ini juga telah meroket selama setahun terakhir, saat tingginya permintaan gas alam dan pengiriman pasokan di seluruh dunia terganggu akibat adanya pandemi Covid-19.
Ditambah dengan invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, yang mengakibatkan harga pangan global melesat.
Gangguan pasokan yang disebabkan oleh konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan Rusia, sebagai negara yang menyediakan 30 persen gandum, 28 persen jelai, 18 persen jagung dan 75 persen pasokan minyak bunga matahari global, sekali lagi menjadi peringatan ancaman krisis pangan global.
Dengan harga pangan yang sudah melonjak dan persediaan di rak supermarket yang semakin menipis, menunjukkan ketahanan pangan semakin terancam. Apalagi ditambah dengan kenaikan harga pupuk, akibat sanksi ekonomi yang diberikan Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia.
Rusia sendiri merupakan produsen pupuk nitrogen terbesar di dunia, dan salah satu produsen pupuk fosfor dan kalium. Oleh karena itu, biaya produksi bagi petani di beberapa negara, termasuk India diperkirakan akan meningkat, yang berarti akan mempengaruhi ketersediaan bahan pangan.
Baca juga: Jadi Jalur Evakuasi Warga, Stasiun Kereta Api di Ukraina Timur Dihantam 2 Roket Rusia
Sementara itu di wilayah lain seperti Timur Tengah, Afrika Utara dan Afghanistan telah lebih dulu mengalami krisis pangan. Kemudian negara lain seperti, Mesir, Madagaskar, Maroko, Tunisia, Yaman, Lebanon, Indonesia, Filipina, Bangladesh, Pakistan, Turki, Iran, Eretria, dan Irak diperkirakan akan rentan terhadap krisis pangan, mengingat tingginya impor pangan yang datang dari Ukraina dan Rusia.
Di wilayah Uni Eropa, kenaikan harga pangan telah memukul industri peternakan, yang berakibat biaya proses pengolahan daging melonjak. Sedangkan Spanyol telah menjatah pasokan minyak nabati di supermarket.
Harga pangan global telah mencapai rekor tertinggi
Dilansir dari euronews.com, harga pangan global mencapai rekor tertinggi di bulan Februari, naik 24 persen lebih tinggi di tahun sebelumnya, menyusul kenaikan 4 persen di bulan berikutnya.
Kawasan Eropa tidak dapat terhindar dari kenaikan harga pangan global. Bahkan harga alkohol dan tembakau di wilayah ini juga ikut naik sebesar 4,1 persen di bulan Februari, dari 3,5 persen di bulan Januari.
Baca juga: Dapat Dukungan NATO, Amerika Kirim Sistem Persenjataan Baru ke Ukraina untuk Hadapi Rusia