Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Utang Pemerintah Dinilai Masih Wajar, Kamrussamad: Kasus Gagal Bayar Sri Lanka Jadi Alarm untuk RI

Kamrussamad mengatakan, pemerintah Indonesia diharapkan mengelola utang secara hati-hati serta mengantisipasi berbagai kemungkinan.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Utang Pemerintah Dinilai Masih Wajar, Kamrussamad: Kasus Gagal Bayar Sri Lanka Jadi Alarm untuk RI
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Hingga Februari 2022, Indonesia memiliki utang mencapai Rp 7.014,58 triliun atau setara dengan 40,17 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Di tahun 2022, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini lebih dulu mengoptimalisasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2021 alih-alih menarik utang baru.

Selain itu, memanfaatkan skema kerja sama berbagi beban (burden sharing) dengan Bank Indonesia (BI). Skema tanggung renteng itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) I dan SKB III yang masih berlanjut hingga tahun 2022.

Sampai Februari 2022, BI telah membeli surat utang pemerintah Rp 8,76 triliun berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) I, dengan rincian pembelian SUN Rp 6,06 triliun dan SBSN Rp 2,70 triliun.

Lewat skema-skema tersebut, penarikan utang pemerintah sudah susut sekitar Rp 100 triliun pada Maret 2022 dari target semula.

Baca juga: Kemenag Segera Cairkan Dana BOS Madrasah Senilai Rp 1,3 Triliun

"Kami akan mengurangi issuance (penerbitan) utang dengan penggunaan SAL. Sampai Maret penurunan (penerbitan utang) Rp 100 triliun," sebut dia.

Sebelumnya, penarikan utang juga sudah turun 66,1 persen pada Februari 2022. Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang di bulan itu sebesar Rp 92,9 triliun atau 9,5 persen dari target APBN Rp 973,6 triliun. Pembiayaan menyusut dari Rp 273,8 triliun di Februari tahun 2021.

Secara lebih rinci, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto hingga Februari 2022 sebesar Rp 67,7 triliun atau 6,8 persen dari target Rp 991,3 triliun. Penerbitannya -75,1 persen dari Rp 271,4 triliun di Februari 2021.

Berita Rekomendasi

Lalu, pinjaman neto mencapai Rp 25,2 triliun atau tumbuh 954,4 persen. Menyusutnya pembiayaan utang berdampak positif kepada posisi imbal hasil (yield) di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Bagaimana pengelolaan utang RI di tahun depan?

Sri Mulyani yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) ini menjelaskan kebijakan fiskal pada tahun 2023 juga akan difokuskan untuk pengelolaan utang.

Apalagi, ada ketidakpastian global dari sisi kenaikan inflasi di negara-negara maju yang berdampak pada pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS, The Fed. Pengetatan moneter ini mempengaruhi aliran modal asing dan yield (imbal hasil) SBN.

"Kenaikan inflasi dan pengetatan moneter, maka dari sisi utang yang akan kita kelola, akan juga mengalami tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar. Ini yang harus kita pertimbangkan," ucap Sri Mulyani.

Oleh karena itu, kebijakan fiskal 2023 terus fokus pada mendukung pemulihan ekonomi terutama program-program prioritas yang telah ditetapkan presiden, yakni membangun kualitas SDM, membangun infrastruktur, mereformasi birokrasi, merevitalisasi industri, dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau.

Di sisi lain, APBN akan melakukan reformasi di bidang pendapatan negara, belanja negara, dan di bidang pembiayaan dengan membangun pembiayaan yang makin inovatif.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas