Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Imbas Invasi Rusia, Perusahaan Senjata AS Raup Cuan, Permintaan Rudal Terus Meningkat

Lockheed Martin pabrikan senjata terbesar di AS menyatakan perusahaannya mengalami kenaikan pemesanan sebanyak 2 persen

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
zoom-in Imbas Invasi Rusia, Perusahaan Senjata AS Raup Cuan, Permintaan Rudal Terus Meningkat
Selebaran / Kementerian Pertahanan Rusia / AFP
Cuplikan video handout yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia pada 20 April 2022 menunjukkan peluncuran rudal balistik antarbenua Sarmat di lapangan pengujian Plesetsk, Rusia. Presiden Rusia mengatakan bahwa Rusia telah berhasil menguji rudal balistik antarbenua Sarmat, mengatakan generasi berikutnya yang mampu membawa muatan nuklir akan membuat musuh Kremlin "berpikir dua kali." 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Memanasnya invasi militer Putin terhadap Ukraina sejak 25 Februari 2022 lalu, ternyata mendatangkan pundi-pundi pemasukan bagi industri alutsista Amerika Serikat.

Lockheed Martin pabrikan senjata terbesar di AS pada Selasa (19/4/2022) menyatakan perusahaannya mengalami kenaikan pemesanan sebanyak 2 persen, hingga dapat menyumbang pemasukan anggaran pertahanan nasional sebesar 813 miliar dolar AS.

Baca juga: Panik karena Sanksi Barat, Warga Rusia Tarik Mata Uang Asing dari Bank Rp 140,6 Triliun pada Maret

Bahkan angka pemesanan alutsista buatan Lockheed Martin tersebut, naik drastis jika dibandingkan dengan pemesanan di kuartal pertama tahun 2021 lalu.

Chief Executive Lockheed, Jim Taiclet menyebut pemesanan yang diperoleh perusahaanya kali ini merupakan pemasukan terbesar selama beberapa bulan terakhir.

Lonjakan permintaan akan kebutuhan alustista seperti rudal tak hanya datang dari Ukraina saja namun juga dari berbagai negara di penjuru dunia.

Baca juga: Lepas Impor Rusia, Pemerintah Italia Incar Gas dari Afrika Selatan

Banyaknya negara yang ingin memperkuat dan mengamankan wilayah pertahanannya, membuat produksi rudal THAAD dan PAC-3 yang masing-masing merujuk pada sistem pertahanan Terminal High Altitude Area Defense dan rudal pencegat Patriot meningkat drastis.

Berita Rekomendasi

"Kami mendapat sinyal permintaan untuk THAAD dan PAC-3 dari seluruh dunia," kata Chief Taiclet.

Meski perusahaan mengakui tengah mengalami peningkatan pemesanan, namun laporan terbaru Lockheed Martin menunjukkan pendapatan kuartalannya turun seiring amblesnya laba kuartalan, dimana pendapatan Lockheed Martin turun sebesar 5,7 persen.

Mengutip dari Reuters, penurunan laba terjadi karena didorong oleh buruknya kondisi rantai pasokan imbas adanya penguncian pandemi Covid-19 di China dan juga hadirnya tekanan inflasi global.

Hingga sempat membuat lumpuh kemampuan perusahaan Lockheed Martin untuk mendapatkan pasokan suku cadang.

Meski kendala tersebut dapat berpotensi besar menguncang kembali perusahaan dimasa datang, namun Taiclet yakin jika perusahaannya mampu mengatasi permasalahan tersebut hingga dapat menembus prospek pendapatan tahunan di 2022 sekitar 66 miliar dolar AS.

Jerman Beli Sistem Pertahanan dari AS atau Israel

Pemerintah Jerman berancang-ancang membeli sistem pertahanan rudal dari Israel atau Amerika Serikat untuk memperkuat pertahanan mereka termasuk dari ancaman rudal Iskander Rusia di Kaliningrad.

Kepala Pertahanan Jerman Eberhard Zorn mengatakan, serangan rudal Iskander Rusia dapat mencapai hampir ke seluruh wilayah Eropa, dan saat ini tidak ada perisai pertahanan rudal untuk melindungi Jerman dari ancaman ini.

“Israel dan Amerika memiliki sistem seperti itu. Mana yang kita pilih? Akankah kita berhasil membangun sistem pertahanan rudal secara keseluruhan di NATO? Ini adalah pertanyaan yang perlu kita jawab sekarang,” kata Zorn dalam sebuah wawancara, yang dikutip dari situs Reuters.com.

Zorn tidak memberikan informasi mengenai nama sistem rudal apa yang akan dibeli Jerman.

Namun kemungkinan besar, sistem rudal yang akan dibeli adalah Aarow 3 yang dibangun oleh Israel Aerospace Industries dan sistem rudal milik AS, THAAD yang diproduksi oleh Raytheon.

Sebelumnya pada tahun 2018, Rusia mengatakan telah mengerahkan rudal Iskandaer ke eksklave Kaliningrad, wilayah Rusia yang terletak di antara Polandia dan Lithuania.

Rudal Iskander menggantikan rudal Scud Soviet dan dua peluru kendalinya dapat menimbulkan hulu ledak konvensional atau nuklir.

Baca juga: POPULER Internasional: Lviv Dihantam Rudal | Banjir di Afrika Selatan | Pakistan Serang Afghanistan

Selang beberapa hari setelah Rusia melancarkan serangan ke Ukraina, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan dalam pidatonya, Jerman akan menambah anggaran pengeluaran untuk meningkatkan pertahanan negaranya lebih dari 20 persen, dengan menyuntikan dana hingga 110 miliar dolar AS ke dalam militernya.

Zorn merupakan salah satu pejabat tinggi yang berkonsultasi dengan Scholz mengenai pembelanjaan dana militer ini.

“Sejauh ini, hanya satu hal yang jelas: Kami tidak punya waktu atau uang untuk mengembangkan sistem pertahanan rudal ini sendiri karena ancaman rudal diketahui sudah ada di sana”, tambah Zorn.

Jerman telah mempertimbangkan pembelian sistem pertahanan rudal, karena negara ini merasa pertahanan rudal jarak pendek mereka, yang dapat melindungi pasukan saat bergerak atau berada di bawah ancaman, masih dirasa kurang.

Zorn menambahkan lagi, militer Jerman harus menginvestasikan sekitar 20 miliar Euro pada tahun 2032 nanti, untuk mengisi kembali penyimpanan amunisinya.

Ini Bedanya Rudal Patriot Amerika Vs S-400 Rusia, Mana yang Lebih Unggul ?

Memanasnya serangan Rusia ke Ukraina, ternyata juga menjadi ajang pamer kecanggihan senjata oleh sejumlah negara tak terkecuali AS. Terlebih setelah Putin mengeluarkan rudal andalannya S-400 Rusia untuk menyerang kota-kota di wilayah Ukraina.

Khawatir akan serangan Rusia yang dapat meruntuhkan pertahanan Ukraina, membuat pemerintah Slovakia mulai mengerahkan sistem pertahanan rudal Patriot buatan Amerika Serikat (AS) untuk Ukraina dalam membalas serangan militer Putin.

Hadirnya kedua rudal mematikan yang diklaim dapat meluluhlantakkan kota ini, lantas membuat publik bertanya–tanya tentang keunggulan dari rudal Patriot buatan Amerika serta S-400 besutan Rusia. Melansir dari situs Army Technology, reporter Tribunnews akan merangkum spesifikasi dari kedua rudal tersebut.

Patriot (MIM-104)

Kehadiran Patriot (MIM-104) digadang-gadang menjadi sistem pertahanan udara jarak jauh militer AS, bahkan kecanggihan rudal satu ini diklaim dapat melawan rudal balistik taktis, rudal jelajah, hingga pesawat canggih.

Diproduksi oleh Raytheon di Massachusetts dan Lockheed Martin Missiles and Fire Control di Florida. Rudal ini menggunakan sistem akuisisi target disertai daya ledak yang diletakkan di belakang bagian panduan terminal.

Hal ini membuat Patriot (MIM-104) dapat menciptakan ledakan hingga 90 kg dengan jangkauan 70 km di ketinggian lebih dari 24 km.

Tak hanya itu sistem rudal Patriot dirancang mampu mendeteksi dan mengidentifikasi ancaman hanya dengan jarak 150 kilometer (93,2 mil), bahkan radar yang terpasang dalam rudal Patriot dapat membantu menembak target aerodinamis yang berjarak sekitar 400 km (248 mil).

Sementara untuk daya tembaknya rudal satu ini dapat mengunci hingga 36 target. Dimana radar Patriot (MIM-104) dapat mendeteksi 125 hingga 160 target berbeda pada waktu yang bersamaan.

Berkat kecanggihannya ini, rudal Patriot sukses dilirik oleh 18 negara besar di dunia termasuk Jerman, Yunani, Israel, Jepang, Kuwait, Belanda, Arab Saudi, Korea Selatan, Polandia, Swedia, Qatar, Uni Emirat Arab, Rumania, Spanyol, dan Taiwan.

S-400 Rusia

Dikembangkan oleh Biro Desain Pusat Almaz Rusia. Rudal satu ini dibuat untuk menggantikan sistem pertahanan udara S-300P dan S-200 Angkatan Darat Rusia.

S-400 sendiri dikembangkan sebagai upgrade dari seri terdahulunya. Hasil dari rombakan inilah yang kemudian menciptakan sistem pertahanan udara yang dapat terintegrasi dengan radar multifungsi, sistem deteksi dan penargetan otonom, sistem rudal anti-pesawat, peluncur, serta pusat komando dan kendali.

Cuplikan video handout yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia pada 20 April 2022 menunjukkan peluncuran rudal balistik antarbenua Sarmat di lapangan pengujian Plesetsk, Rusia. Presiden Rusia mengatakan bahwa Rusia telah berhasil menguji rudal balistik antarbenua Sarmat, mengatakan rudal yang mampu membawa muatan nuklir itu akan membuat musuh Kremlin
Cuplikan video handout yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia pada 20 April 2022 menunjukkan peluncuran rudal balistik antarbenua Sarmat di lapangan pengujian Plesetsk, Rusia. Presiden Rusia mengatakan bahwa Rusia telah berhasil menguji rudal balistik antarbenua Sarmat, mengatakan rudal yang mampu membawa muatan nuklir itu akan membuat musuh Kremlin "berpikir dua kali." (Handout / Russian Defence Ministry / AFP)

Canggihnya, radar akuisisi dan manajemen pertempuran Big Bird 91N6E yang dipasang pada S-400 didasarkan pada trailer 8x8, sehingga membuat radar S-400 dapat mendeteksi dan melacak pesawat, helikopter, rudal jelajah, peluru kendali, drone dan roket balistik hanya dalam jarak 600 km.

Tak hanya itu sistem S-400 juga memiliki berbagai jenis rudal yang dapat menembak musuh mulai dari 40 km (24,8 mil) hingga 400 km (248 mil).

Bahkan S-400 juga dapat menembakkan rudal balistik dengan jarak sekitar 60 km (37,3 mil), sementara untuk menembak target aerodinamis S-400 dapat meluncurkan rudal ke jarak 400 km (248 mil) di ketinggian 10 meter (32,8 kaki).

Rudal buatan Rusia ini bahkan sudah diperjual belikan ke 20 negara meliputi Bulgaria, Yunani, Kroasia, serta Slovenia, Belarusia, China, Turki, dan India.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas