Khawatir Bakal Senasib dengan Shanghai saat Lockdown, Warga Beijing Mulai Dilanda 'Panic Buying'
Meningkatnya kasus positif Covid-19 di sejumlah kota besar di China, telah membuat sebagian besar warga Beijing mengalami panic buying.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM BEIJING – Meningkatnya kasus positif Covid-19 di sejumlah kota besar di China, telah membuat sebagian besar warga Beijing mengalami panic buying.
Aksi yang terjadi sejak Minggu (25/4/2022), bahkan telah membuat sejumlah pusat perbelanjaan mengalami kekosongan stok makanan.
Dilansir dari Reuters, panic buying ini mulai muncul setelah kota Shanghai kembali mengalami lockdown atau pengetatan wilayah imbas dari melonjaknya kasus harian positif covid -19.
Baca juga: Covid di China: Lockdown diperketat di Shanghai, pintu dipasang alarm, apa yang terjadi di sana?
Bahkan dalam sepekan jumlah kasus positif di Shanghai telah mencapai lebih dari 19.455 kasus, angka ini merupakan yang tertinggi dari kasus positif yang menyerang berbagai kota besar di China.
Meningkatnya kasus tersebut lantas membuat pemerintah Beijing mengambil langkah lebih awal dengan memerintahkan 3,5 juta penduduk dan pekerja di distrik terbesar Chaoyang untuk menjalani tiga tes Covid-19.
Meski pemerintah Beijing belum memberlakukan aturan lockdown ketat, namun karena masyarakat Beijing khawatir wilayahnya memiliki nasib serupa dengan Shanghai, yang mengalami penguncian ketat karena kasus infeksi yang melonjak.
Mendorong warga penduduk di ibu kota China tersebut untuk melakukan panic buying dengan menimbun berbagai bahan pangan.
Baca juga: Imbas Pengetatan Lockdown, Hong kong Banjir Sampah Plastik
"Shanghai adalah pelajaran," Ujar seorang warga Chaoyang berusia 63 tahun yang ikut mengantri berbelanja.
Mencegah adanya panic buying yang makin berlanjut, jaringan supermarket termasuk Carrefour dan Wumart menjamin jika kebutuhan masyarat akan tetap bisa terpenuhi, bahkan mereka mengklaim memiliki lebih dari dua kali lipat stok persediaan.
Tak hanya itu platform e-commerce yang berfokus pada bahan makanan Meituan diketahui juga tengah meningkatkan stok dan jumlah stafnya demi mencukupi kebutuhan warga di wilayah Beijing.
Imbas dari adanya kepanikan ini telah membuat sejumlah saham anjlok drastis.
Kekhawatiran akan meningkatnya wabah Covid di Beijing juga telah menyeret turun harga pada minyak dan bijih besi. Dimana bijih besi berjangka merosot lebih dari 11 persen, sementara minyak turun sekitar 3 persen dengan harga perdagangan di bawah 100 dollar AS per barel.
Melonjaknya kasus postif covid yang telah memukul roda perekonomian China bahkan telah membuat mata uang Yuan jatuh ke level terlemah dalam setahun terakhir.