Pembangunan Akses Jalan ke Hutan Bowosie Labuan Bajo Tersendat oleh Penolakan Warga
Pembangunan akses jalan ke kawasan hutan Bowosie, Labuan Bajo, terhambat karena ditolak sejumlah warga.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembangunan akses jalan ke kawasan hutan Bowosie, Labuan Bajo, terhambat karena ditolak sejumlah warga.
Proses pembangunan diganggu mulai dari menghadang ekskavator, bentangan spanduk protes hingga berteriak ke petugas agar pekerjaan dihentikan.
Mereka berdalih lahan di hutan tersebut milik mereka.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina menjelaskan pembangunan akses jalan yang dilakukan sudah sesuai prosedur dan punya dasar hukum yang kuat.
Pembangunan akses jalan menuju kawasan otorita berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: S.220/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2021 tanggal 31 Mei 2021 mengenai Persetujuan Dispensasi Penggunaan Kawasan Hutan Produksi Tetap.
Baca juga: Jadwal Rangkaian Side Event Presidensi G20 di Labuan Bajo, Ini Persiapan BPOLBF
"Saya dan tim BPOLBF sejak tahun 2019 sudah melakukan komunikasi intens dengan masyarakat sekitar, dan selalu melibatkan desa sekitar dalam setiap langkah kegiatan dan pembangunan, seperti Desa Golo Bilas, Desa Gorontalo, dan Kelurahan Wae Kelambu," kata Shana dikutip, Sabtu (30/4/2022).
Baca juga: Menhub Resmikan Dua Kapal Wisata Bottom Glass di Labuan Bajo Buatan Dalam Negeri
Pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan koordinasi dengan pemerintah desa yang bersangkutan di setiap tahap kegiatan dalam serangkaian program pembangunan dan pengembangan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores.
Secara administratif wilayah penyangga kawasan otorita ada di Desa Golo Bilas, Desa Gorontalo, dan Kelurahan Wae Kelambu.
Baca juga: Bakal Diremajakan, Hutan Bowosie Labuan Bajo Akan Jadi Destinasi Wisata Ecotourism
"BPOLBF juga telah melakukan kajian ilmiah dan telah keluar AMDAL yang menjadi acuan dalam melakukan pembangunan diatas kawasan tersebut," kata Shana.
Proses penyusunan AMDAL melibatkan berbagai pihak termasuk dari pihak kelurahan dan desa penyangga, yaitu para Lurah dan Kepala Desa.
Kesempatan terpisah, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Wilayah Manggarai Barat, Stefanus Nali, memberikan tanggapan, penolakan warga atas pembukaan jalan proyek pengembangan kawasan wisata di hutan Bowosie.
"Lahan yang dipermasalahkan masuk kawasan Hutan Nggorang-Bowosie. Dalam catatannya, perambahan liar terjadi sejak 1998, dan pada 2015 pihaknya menemukan patok-patok yang terpancang secara ilegal Lalu kami laporkan ke polisi,” kata Stefanus.