Uni Eropa Siap Gelontorkan 195 Miliar Euro untuk Hentikan Impor Bahan Bakar Fosil Rusia
Uni Eropa berencana menyiapkan investasi sebesar 195 miliar Euro, untuk menghentikan impor bahan bakar fosil Rusia pada tahun 2027.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL - Uni Eropa berencana menyiapkan investasi sebesar 195 miliar Euro, untuk menghentikan impor bahan bakar fosil Rusia pada tahun 2027.
Kebijakan itu bersamaan dengan rencana untuk mengembangkan energi terbarukan dan upaya penghematan energi dengan beralih ke pasokan gas alternatif.
Komisi Eropa memperkirakan untuk menjalankan langkah-langkah tersebut membutuhkan investasi sebesar 195 milar Euro, yang diperlukan untuk memenuhi target iklim 2030 UE, yang dapat membantu memangkas tagihan mereka terhadap impor bahan bakar fosil.
Baca juga: Bagaimana Rusia Percepat Ekspansi NATO di Skandinavia
Dilansir dari Reuters, berdasarkan rancangan proposal dan keterangan dari pejabat Uni Eropa, UE sedang mempertimbangkan untuk mengusulkan target yang lebih tinggi untuk energi terbarukan dan efisiensi energi.
Komisi Eropa berniat mencapai target sebesar 45 persen untuk energi terbarukan pada tahun 2030, menggantikan target sebelumnya yaitu 40 persen.
Target pengurangan konsumsi energi di Eropa juga naik menjadi 13 persen pada tahun 2030, dibanding target sebelumnya yaitu 9 persen.
Uni Eropa juga akan menyesuaikan undang-undang untuk mempercepat tenggat waktu perizinan bagi beberapa proyek energi terbarukan, dan skema baru untuk memulai peluncuran energi surya berskala besar, serta membangun kembali industri manufaktur surya di Eropa.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia Hari ke-79: Sidang Kejahatan Perang Pertama | Rencana Finlandia Gabung NATO
Komisi Eropa juga mengungkapkan rencana untuk memproduksi 10 juta ton hidrogen terbarukan pada tahun 2030 dan rencana mengimpor 10 juta ton hidrogen terbarukan.
Uni Eropa juga menguraikan potensi untuk meningkatkan impor gas alam cair (LNG) dari negara-negara seperti Mesir, Israel dan Nigeria, serta penambahan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menggantikan impor gas Rusia.