Pengusaha Pertambangan Ramai-ramai Gugat Pemerintah, Ada Apa?
Per 24 April 2022 lalu, sebanyak 227 perusahaan sudah mengajukan keberatan atas pencabutan IUP yang dilakukan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Para pengusaha pertambangan menggugat pemerintah dalam hal ini Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) maupun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pasalnya, izin usaha pertambangan (IUP) mereka dicabut oleh pemerintah.
Pada bulan Mei 2022 ini saja sudah ada lebih dari 5 gugatan terhadap Menteri Investasi dan Menteri ESDM yang didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Sebagian besar dari gugatan tersebut menuntut isi gugatan yang kurang lebih serupa, yakni menuntut agar surat pencabutan izin yang sebelumnya dilayangkan kepada perusahaan-perusahaan penggugat dibatalkan/dicabut.
Baca juga: Warga Desa Wadas Tolak Pertambangan Sejak 2013, YLBHI: Khawatir Kerusakan Alam
Beberapa nama perusahaan yang melayangkan tuntutan pembatalan surat pencabutan izin pada bulan Mei 2022 ini di antaranya seperti PT Fajar Aneka Persada, PT Alu Sentosa, PT Gunung Berkat Utama, PT Delta Samudra.
Sebelumnya, Tim Pelaksana Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi yang dipimpin oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memang cukup getol mencabut izin usaha pertambangan (IUP) di sepanjang tahun berjalan 2022 ini.
Kontan.co.id mencatat, Tim Satgas Percepatan Investasi tercatat telah mencabut 1.118 IUP sampai 24 April 2022 lalu.
Sedikit informasi, Satgas Percepatan Investasi dibentuk pada 20 Januari 2022 lalu. Tugasnya antara lain memberikan rekomendasi kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM untuk melakukan pencabutan IUP.
Baca juga: Harga Batubara Terus Naik, Jasa Pengangkutan Harus Memetakan Peluang dan Tantangannya
Per 24 April 2022 lalu, sebanyak 227 perusahaan sudah mengajukan keberatan atas pencabutan IUP yang dilakukan.
Sebanyak 160 perusahaan di antaranya sudah diundang untuk memberikan verifikasi per 24 April 2022 lalu.
Bahlil memang memang sudah sempat menegaskan bahwa dirinya memberi kesempatan kepada pengusaha pertambangan yang dicabut izin usahanya untuk mengajukan permohonan keberatan.
Dalam verifikasi, jika ternyata perusahaan yang mengajukan keberatan terverifikasi benar dalam menggunakan perizinannya dan keberlangsungan usahanya, maka Satgas akan mengembalikan IUP-nya.
Pengembalian tersebut melalui mekanisme keputusan pemerintah yang ada pada Satgas. Dalam hal ini Kementerian Investasi serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca juga: Ditinggal Kerja, Ban dan Velg Motor Karyawan Perusahaan Tambang di Kutai Timur Digondol Maling
“Saya tahu betul kalau kita tidak boleh semena-mena kepada pengusaha. Tetapi pengusaha juga jangan main-main sehingga kita ingin melakukan penataan dengan asas keseimbangan,” tegas Bahlil dalam konferensi pers, Senin (25/4) silam.
Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi menilai, ada potensi potensi cacat kewenangan, cacat prosedural, dan cacat substansi dalam tindakan pencabutan IUP.
“Tindakan Menteri Investasi ini harus diupayakan ada koreksi dari PTUN, khususnya terkait kewenangan, prosedur, dan substansi pencabutan IUP,” tutur Ahmad saat dihubungi Kontan.co.id (30/5).
Ahmad memiliki argumennya sendiri dalam menilai adanya potensi cacat kewenangan, cacat prosedural, dan cacat substansi.
Menyoal potensi cacat kewenangan, Ahmad berujar bahwa sah tidak sahnya sebuah keputusan pejabat pemerintahan, harus memenuhi tiga syarat: (1) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, (2) dibuat sesuai prosedur, (3) substansi yang sesuai dengan objek keputusan.
Ketiga syarat ini diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain itu, Sahnya keputusan wajib didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Kewenangan pencabutan IUP sendiri, lanjut Ahmad, dimiliki oleh Menteri ESDM. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Ahmad tidak menampik, kewenangan Menteri ESDM ini memang dapat didelegasikan kepada pejabat pemerintahan lainnya, misalnya kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM.
Hal ini diatur dalam Pasal 13 UU Administrasi Pemerintahan. Syaratnya ada 3, yaitu; (a) pendelegasian kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pejabat pemerintahan memperoleh wewenang melalui delegasi apabila diberikan oleh pejabat pemerintahan pejabat pemerintahan lainnya; dan (c) pendelegasian ditetapkan dalam peraturan pemerintah atau peraturan presiden untuk kewenangan di tingkat pemerintah pusat.
Diakui Ahmad, memang sudah sudah ada produk hukum yang mengatur pendelegasian kewenangan pemberian dan pengakhiran IUP dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM.
Hanya saja, produk hukum tersebut baru ada di tingkat peraturan menteri (permen), tepatnya yakni melalui Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2020.
“Bila merujuk peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU Administrasi Pemerintahan, bahwa pendelegasian kewenangan hanya dapat dilakukan melalui produk hukum PP atau Perpres, bukan Permen,” terang Ahmad.
Selain masalah kewenangan, Ahmad juga menyoroti masalah prosedur dan substansi pencabutan IUP.
Ahmad bilang, masalah prosedur dan substansi pencabutan IUP haruslah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Prosedur ini khususnya mengenai penjatuhan sanksi. UU Minerba, lanjut Ahmad, mengatur bahwa pelaku usaha pertambangan dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan, dan/atau pencabutan IUP. Ketentuan prosedur penjatuhan sanksi dalam UU Minerba ini diatur lebih lanjut dalam PP No. 96 tahun 2021.
Dalam PP ini diatur bahwa pelaku usaha yang melakukan pelanggaran administrasi dikenai peringatan tertulis paling banyak 3 kali untuk jangka waktu 30 hari.
Apabila pelaku usaha yang dikenai sanksi peringatan tertulis belum melakukan kewajibannya maka dikenai sanksi penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi/operasi produksi selama 60 hari.
Apabila pelaku usaha ini tetap tidak melaksanakan kewajibannya maka barulah dikenai sanksi pencabutan IUP.
“Melihat waktu pembentukan Satgas pada tanggal 20 Januari 2022, maka setidaknya bulan baru Juni 2022, pencabutan IUP dapat dilakukan,” imbuh Ahmad.
Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno berharap, pemerintah bisa segera membatalkan pencabutan IUP milik perusahaan yang terverifikasi benar dalam menggunakan perizinannya.
Sementara itu, bagi perusahaan yang tidak terverifikasi benar dalam penggunaan perizinannya, Djoko berharap agar pemerintah memberi kesempatan kedua bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk ‘membenahi’ perilakunya.
“Kalau kita lihat mereka kan sudah keluar uang dan sudah memberikan pekerjaan kepada orang-orang untuk eksplorasi dan sebagainya,” imbuh Djoko saat dihubungi Kontan.co.id (30/5). (Muhammad Julian/Anna Suci Perwitasari)