Tolak Pembayaran Pakai Rubel, Perusahaan Energi Rusia Gazprom Putus Pasokan Gas ke Belanda
Perusahaan energi asal Rusia Gazprom resmi memberhentikan ekspor gasnya kepada Belanda, Selasa (31/5/2022).
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Perusahaan energi asal Rusia Gazprom resmi memberhentikan ekspor gasnya kepada Belanda, Selasa (31/5/2022).
Penghentian ekspor tersebut terjadi setelah perusahaan perdagangan gas Belanda, GasTerra menolak permintaan Putin untuk melakukan pembayaran dengan mata uang rubel.
Sebagai informasi sejak Barat memboikot Rusia dari sistem keuangan internasional, Putin memberlakukan aturan baru bagi para mitranya untuk membayar impor mereka dalam mata uang Rubel.
Dengan maksud untuk memperlancar aliran dana Rusia di tengah adanya sanksi invasi. Namun permintaan tersebut tak kunjung dilaksanakan Belanda, hingga akhirnya Gazprom memutus pasokan gasnya.
Baca juga: Rusia Uji Coba Proyek Rubel Digital Pada April 2023 Mendatang
“GasTerra telah memutuskan untuk tidak mematuhi persyaratan pembayaran sepihak Gazprom,” ujar perwakilan perusahaan Gazprom.
Dilansir dari Dutch News, GasTerra sendiri biasa memasok gas dari Gazprom sebesar 2 miliar meter kubik. Namun setelah Rusia berhenti mengimpor gas miliknya, kini pasokan gas tahunan di Belanda berkurang sekitar 5 persen dari periode sebelumnya.
Meski cadangan gas Belanda telah dipotong Rusia, namun menurut Menteri Energi Belanda, Rob Jetten, keputusan tersebut tidak akan berdampak apapun pada pasokan gas rumah tangga ataupun pelanggan korporasi.
Baca juga: Putin Ingin Dua Wilayah Ukraina Gabung Rusia, Perkenalkan Rubel hingga Percepat Kewarganegaraan
"GasTerra telah membeli pasokan gas dari sumber lain. Pemerintah terus mencari alternatif lain" jelas Jetten.
Sebelum Rusia resmi memutus kontrak ekspornya, Gasterra telah lebih dulu memberikan pengumuman pada Gazprom, bahwa pihaknya akan berhenti melakukan pembelian gas dengan rubel, hal ini dimaksudkan sebagai bentuk dukungan Belanda terhadap sanksi Barat.
“GasTerra telah berulang kali mendesak Gazprom untuk menghormati struktur pembayaran dan kewajiban pengiriman yang disepakati secara kontrak, sayangnya tidak berhasil, “kata Jetten.
Dengan adanya penghentian ekspor ini menambah panjang daftar negara-negara Eropa yang terkena sanksi Putin. Dimana sebelumnya Gazprom telah memutus ekspor gas ke Bulgaria, Polandia, Finlandia dan Denmark lantaran keempat negara tersebut menolak untuk mematuhi aturan baru Putin.
Gazprom Hentikan Pasokan Gas ke Bulgaria
Raksasa energi Rusia Gazprom mengumumkan mulai hari ini Rabu (27/4/2022), mereka akan menghentikan pasokan gas ke perusahaan gas negara Bulgaria, Bulgargaz.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Energi Bulgaria mengatakan pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menemukan alternatif pasokan gas alam dan mengatasi kekurangan pasokan gas di negaranya. Bulgaria merupakan salah satu negara Eropa yang bergantung pada impor gas Rusia.
Bulgaria dan Polandia akan menjadi negara pertama yang pasokan gasnya diputus oleh Rusia, sejak Negara Beruang Merah ini menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu.
Baca juga: Wakil PM Rusia: Klien Asing Gazprom Export Buka Rekening Bank Rubel untuk Bayar Gas Rusia
Presiden Rusia, Vladimir Putin sebelumnya telah mendesak agar negara-negara yang ia sebut “tidak bersahabat”, agar setuju menerapkan skema untuk membuka rekening di Gazprombank dan melakukan pembayaran impor gas Rusia dalam rubel.
Putin mengancam akan memotong pasokan gas, jika permintaannya tidak dipenuhi.
Dikutip dari situs Reuters.com, Bulgaria mengimpor lebih dari 90 persen gas dari Rusia melalui pipa TrukStream, di bawah kontrak 10 tahun yang akan berakhir pada akhir tahun ini.
Bulgaria mengatakan, mereka tidak akan mengadakan pembicaraan untuk memperbarui kontrak tersebut, selama invasi masih berlangsung.
Kementerian energi Bulgaria juga mengatakan, mereka telah sepenuhnya memenuhi kewajiban yang ada di dalam kontrak dan telah melakukan semua pembayaran yang diperlukan.
Bulgaria menganggap skema pembayaran gas Rusia menggunakan rubel merupakan bentuk pelanggaran dari kontrak tersebut.
“Prosedur pembayaran dua tahap baru yang diusulkan oleh Rusia tidak sejalan dengan kontrak yang ada dan menimbulkan risiko signifikan bagi Bulgaria, termasuk melakukan pembayaran tanpa menerima pasokan gas dari pihak Rusia,” kata kementerian itu.
Kementerian energi Bulgaria menambahkan, untuk saat ini mereka tidak akan memberlakukan pembatasan konsumsi gas, dan tidak ada risiko yang mengancam keamanan energi Bulgaria, walaupun beberapa analis mengatakan tidak setuju dengan pernyataan kementerian itu.
Menteri Energi Bulgaria, Alexander Nikolov mengungkapkan telah mengadakan pembicaraan awal dan siap untuk mengimpor gas alam cair (LNG) dari Turki dan Yunani.
Baca juga: Konflik Rusia Vs Ukraina: Pasar Eropa dan Gazprom Pemilik Nord Stream 2 Sama-sama Ketergantungan
Saat ini pemerintah Bulgaria juga sedang mencari cara untuk meningkatkan pengiriman gas dari Azerbaijan yang diterimanya saat ini.
Seorang analisis dari lembaga think-tank Center for the Study of the Democracy, Martin Vladimirov mengatakan Bulgaria perlu bertindak cepat untuk memastikan keamanan pasokan gas.
“Mengingat ketergantungan berlebihan Bulgaria pada gas Rusia, penghentian impor gas menimbulkan tantangan serius bagi keamanan pasokan ke negara itu. Pemotongan pengiriman ke kelompok konsumen yang tidak penting termasuk industri berat tidak dapat dikesampingkan,” kata Martin Vladimirov.
Vladimirov menambahkan, Bulgaria harus segera memulai pembicaraan kerjasama dengan Yunani dan pemasok LNG alternatif lainnya, seperti Qatar, Aljazair dan Amerika Serikat untuk memastikan kebutuhan gas negara dan mengupayakan peningkatan impor gas dari Azerbaijan.
Polandia Bekukan Puluhan Aset Perusahaan Asal Rusia Mulai Gazprom Hingga Produsen Pupuk Akron
Pemerintah Polandia pada Selasa (26/4/2022) resmi menjatuhkan sanksi tambahan kepada Putin dengan membekukan 50 oligarki dan perusahaan asal Rusia.
Upaya ini dilakukan Polandia sebagai bentuk kecaman atas meningkatnya invasi yang dilakukan tentara Rusia atas Ukraina, hingga membuat kota Kremenchuk yang berada di Provinsi Poltava porak poranda pada Minggu (24/4/2022).
Keseriusan Polandia menghukum Rusia juga ditunjukkan dengan hadirnya undang-undang yang memungkinkan pemerintah Polandia untuk membekukan aset entitas Rusia yang berada di wilayahnya.
Aturan ini nantinya juga melarang produsen migas Polandia untuk melakukan kegiatan impor batu bara Rusia mulai Mei mendatang serta minyak Rusia pada akhir 2022.
"Kami akan menggunakan beberapa jenis sanksi. Pertama, pembekuan aset keuangan dan properti perusahaan-perusahaan ini, mencegah mereka mengikuti tender dan, dalam kasus oligarki, mencegah mereka masuk ke negara kami," Menteri Dalam Negeri Polandia, Mariusz Kaminski dalam siaran persnya.
Mengutip dari situs berita Rusia Tass, pembekuan ini akan menyasar beberapa perusahaan besar Rusia yang belakangan kerap menjalin kerjasama bilateral dengan Polandia, diantaranya seperti Gazprom, dimana perusahaan energi ini memiliki saham minoritas dari EuroPolGaz yang merupakan entitas pipa gas Rusia menuju Eropa.
Baca juga: Analisis Citra Satelit Tunjukkan Rusia Sengaja Menyerang Warisan Budaya Ukraina, Targetkan Museum
Tak hanya itu produsen pupuk terbesar di Rusia Acron, perusahaan batu bara SUEK Polska dan KTK Polska juga ikut terdapak aturan ini.
Tak tanggung-tanggung aturan yang ditetapkan pemerintah Polandia bahkan membuat miliarder Mikhail Fridman, pendiri dan pemegang saham terbesar Alfa Bank, serta Eugene Kaspersky, pendiri perusahaan keamanan siber Rusia Kaspersky terancam tak dapat lagi menjajakan kakinya di kawasan Polandia.
"Ini adalah daftar sanksi pertama ada 50 item. Ada oligarki dan perusahaan yang melakukan bisnis nyata (di Polandia). Kemungkinan daftar ini akan diperluas " jelas Menteri Dalam Negeri Polandia, Mariusz Kaminski yang dikutip Reuters.
Baca juga: Presiden Amerika: Washington Tidak akan Kirim Roket Jarak Jauh ke Ukraina yang Bisa Menjangkau Rusia
Rencana ini sebelumnya telah diungkap pemerintah Polandia pada beberapa bulan yang lalu, dimana pihaknya berencana menyusul para sekutunya di Eropa yang telah lebih dulu menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi ini dimaksudkan agar perekonomian negara Putin melemah sehingga Moscow dapat mengurangi invasinya ke Ukraina.