Ekonom Usul Kenaikan Cukai Diiringi Penyesuaian Harga agar Efektif Kurangi Konsumsi Rokok
Faisal menambahkan, produsen rokok telah menyiasati penjualan meski pemerintah telah menaikkan cukai
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri mengusulkan kenaikan cukai tembakau diiringi dengan penyesuaian harga eceran rokok per batang.
Itu bertujuan agar meningkatkan efektifitas kenaikan cukai tembakau. Sebab tujuan dibentuknya UU Cukai adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok dalam negeri.
“Jadi bisa jadi cukainya dinaikkan terus sehingga efeknya bisa ditekan oleh pabrik rokok dengan cara mengurangi profit dia. Jadi dia tidak bersedia untuk menanggung sebagian dari kenaikan cukai itu, karena harga jualnya tidak dinaikkan,” kata Faisal Basri dalam webinar "Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2022" yang digelar oleh Visi Integritas, Rabu (1/6/2022).
“Oleh karena itu kita berharap, ada teman-teman BKF (Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu), mohon harga ecerannya, harga jualnya juga dinaikkan secara signifikan supaya efeknya betul betul bisa optimal,” lanjutnya.
Faisal menambahkan, produsen rokok telah menyiasati penjualan meski pemerintah telah menaikkan cukai.
Disebutkan, pabrik rokok menyiasatinya dengan mengurangi jumlah batang setiap bungkus yang dijual. Hal itu menyebabkan kenaikan harga per bungkus menjadi lebih rendah.
Baca juga: Pengendalian Rokok Dinilai Bisa Perlahan-Lahan Buat Hidup Masyarakat Sehat dan Produktif
Ia mencontohkan, jika umumya satu bungkus rokok berisi 20 batang, para produsen menyiasati dengan mengubah kemasan dan menjual dengan isi 16 batang hingga 12 batang.
Walaupun, lanjutnya, hal itu memang sah-sah saja secara aturan.
Untuk itu, selain penyesuaian harga, diperlukan pula dibuatkan aturan yang menjadi standar. Misalnya, dalam satu bungkus rokok harus memiliki isi 20 batang atau hanya 10 batang.
“Nah kalau 20 batang dikali tarif cukainya itu kan jadi mahal. Jadi tidak boleh bungkus rokok itu kurang dari 20. Itu yang akan membuat mau tidak mau efek kenaikan harganya menjadi lebih terasa,” ujar Faisal.
Selain itu, pemerintah dinilai perlu kembali melakukan simplifikasi. Adapun simplifikasi struktur tarif cukai rokok dari sebelumnya 10 layer menjadi 8 layer.
Simplifikasi dilakukan dengan menggabungkan golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) IIA dan SKM IIB, serta Sigaret Putih Mesin (SPM) IIA dan SPM IIB.
“Menurut saya golongan ini simplifikasi ini tiga saja. Karena sebagian besar di Indonesia kan rokok sigareet kretek mesin. Yaudah sigareet mesinnya dijadikan satu kelompok saja, kecuali yang UMKM, oke lah,” ucapnya.
Faisal pun berharap pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat mewujudkan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni SDM Unggul Indonesia Maju sebab menurut dia, Kemenkes yang punya tupoksi di bidang kesehatan punya peran penting dalam mengendalikan produk yang punya zar adiktif.
“Dan yang perlu kita terus dengungkan adalah memerangi mitos-mitos nya sepeti misalnya merugikan petani tembakau. Itu semua insya Allah dengan mudah bisa kita patahkan.”