Awal Juni, Harga Bahan Pokok Merangkak Naik, Pengamat: Dampak Impor
Kenaikan kebutuhan pokok juga terpantau di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki awal bulan Juni harga bahan pokok mengalami kenaikan. Salah satunya adalah harga cabai merah.
Berdasarkan pemantauan di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok(SP2KP) cabai merah keriting dan cabai rawit merah mengalami kenaikan yang paling tinggi, masing-masing sebesar 29,62 persen dan 33,77 persen dibandingkan 13 Mei 2022.
Cabai merah keriting pada 13 Mei 2022 dijual Rp 39.300 kini menjadi Rp 51.200. Sementara cabai rawit merah dari Rp 45.900 pada 13 Mei, kini dijual Rp 61.400 per kilogramnya.
Kenaikan kebutuhan pokok juga terpantau di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca juga: UPDATE Harga Pertamax dan Pertalite Hari Ini, 2 Juni 2022 di SPBU Seluruh Indonesia
Terkait hal tersebut Pengamat Ekonomi Poltak Hotradero menilai kenaikan harga bahan pokok di Tanah Air dipengaruhi situasi ekonomi global. Kondisi yang sama juga terjadi di negara lain.
"Harga bahan pokok yang naik adalah yang bersumber dari impor. Maka jelas hal ini terjadi karena pengaruh situasi ekonomi global," kata Poltak Hotradero, Kamis (2/6/2022).
Dia mengakui operasi pasar masih efektif untuk menekan harga di pasar. Namun, menurutnya, yang jauh lebih penting adalah perbaikan rantai pasok, sehingga barang yang masyarakat butuhkan tetap tersedia di pasar.
"Tidak masalah harga mahal asal barangnya ada, karena konsumen akan menyesuaikan diri, semisal lebih berhemat. Lebih bermasalah kalau barangnya tidak ada," ujar Poltak.
Dari sisi masyarakat, ada upaya substitusi bahan pokok yang mungkin bisa diperoleh di dalam negeri. Masyarakat juga harus lebih cermat dalam mengatur kebutuhan.
Baca juga: Bakal Larang Mobil Mewah, Pemerintah Sedang Siapkan Aturan Pembelian Pertalite
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengatakan fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat seiring terkendalinya Covid-19. Dia mengakui ketidakpastian ekonomi global berpengaruh terhadap Indonesia, tapi tidak akan terlalu besar.
Keyakinan Edy berdasarkan beberapa faktor, antara lain pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir ekonomi Indonesia pada kuartal I/2022 tumbuh 5,01 % (YoY), selisih sedikit dari posisi kuartal IV/2021 sebesar 5,02 persen (YoY).
Indikator lainnya adalah menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari 6,22 % pada Februari 2021 menjadi 5,83 persen pada Februari 2022.
Menurut Edy, pemerintah terus berusaha mengerek pertumbuhan ekonomi dengan melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, serta pembukaan sektor-sektor potensial. Pemberian bantuan sosial menjadi salah satu upaya dalam menjaga daya beli masyarakat.