Pandemi Memperparah Kendala Fiskal Upaya Dekarbonisasi Negara-negara Menengah ke Bawah
Bambang Brodjonegoro sebut terdapat kesenjangan yang lebar antara kapasitas pembiayaan ekonomi hijau negara berkembang dengan negara maju
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fokus negara-negara di dunia untuk menangani perubahan iklim, disebut terkendala oleh beberapa faktor.
Satu di antaranya adalah terbatasnya ruang fiskal yang muncul karena sejumlah peristiwa, pandemi Covid-19 misalnya.
Hal itu menjadi satu di antara bahasan dalam Webinar Think20 (T20), Sabtu, (4/6/2022).
Baca juga: Dekarbonisasi akan Jadi Perhatian PM Jepang Saat Berkunjung ke Indonesia Akhir Pekan Ini
Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro berpendapat terdapat permasalahan mengenai kesenjangan yang lebar antara kapasitas pembiayaan ekonomi hijau negara berkembang dengan negara maju.
"Kapasitas ekonomi negara berkembang secara alami lebih rendah daripada negara maju. Tidak mengherankan bahwa mereka memiliki kapasitas fiskal dan moneter yang lebih kecil," ungkapnya dikutip, Minggu (5/6/2022).
Menurut dia, hal tersebut diperburuk dengan pandemi yang telah mengambil ruang pembiayaan dan membutuhkan tindakan transisi iklim yang lebih besar.
Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memiliki komitmen terhadap dekarbonisasi, sering terhambat oleh ruang fiskal yang terbatas dan kendala pembiayaan eksternal yang mengikat.
Bahkan sebelum Covid-19, lanjut dia upaya dekarbonisasi skala besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengorbankan anggaran lainnya yang penting untuk agenda pembangunan ekonomi jangka panjang seperti infrastruktur dasar, sekolah, dan rumah sakit.
Baca juga: PTBA Pacu Inovasi Teknologi Dekarbonisasi Lewat Kompetisi Greenovator
"Covid-19 semakin memperparah kendala fiskal yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah," ucap dia.
Maka dari itu, ia berharap kolaborasi antarnegara sangat diperlukan untuk menjawab tantangan yang ada untuk mengatasi perubahan iklim.
Dia mengatakan dunia membutuhkan investasi terkait iklim sebesar 125 triliun dolar AS untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050, jika mengutip data The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
"Ini termasuk investasi tahunan sebesar 32 triliun dolar AS di enam sektor utama yang menyumbang sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) dunia tahun 2021," ungkapnya.
Adapun keenam sektor yang dimaksud adalah listrik yang membutuhkan 16 triliun dolar AS, transportasi sebesar 5,4 triliun dolar AS, dan gedung sebanyak 5,2 triliun dolar AS.
Kemudian, sektor industri yang membutuhkan investasi sebesar 2,2 triliun dolar AS, bahan bakar emisi rendah senilai 1,5 triliun dolar AS, serta agrikultur, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya sebanyak 1,5 triliun dolar AS.