RUU LLAJ, YLKI Usul Pajak Kendaraan Dihapus dan Penerbitan SIM Dialihkan ke Kemenhub
Ketua YLKI Tulus Abadi mengusulkan pajak kendaraan dihapus dan dialihkan ketika pemilik kendaraan membeli bahan bakar minyak (BBM)
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
Yakni karena faktor penerbitan Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Baca juga: Temui Pengemudi Ojol, Dasco Minta Bentuk Tim Kecil untuk Pembahasan Revisi UU LLAJ
"Kami menengarahi, sampai detik ini penerbitan SIM masih banyak hal-hal yang kurang fair. Sehingga fenomena-fenomena yang sudah tidak relevan dilakukan. Kami mengusulkan proses bisnis penerbitan SIM direview, dikaji kembali," kata Tulus Abadi.
"Idealnya, proses SIM ini tidak seratus persen menjadi wewenang kepolisian, baik dalam konteks uji SIM, penerbitan ataupun penegakan hukum. Kami mengusulkan, penerbitan SIM bisa diposting di sektor perhubungan," sambungnya.
Kepolisian tidak serta merta lepas sepenuhnya, namun keterlibatannya dalam hal ini lebih pada penegakan hukumnya.
Sementara proses uji dan penerbitan SIM berada di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sehingga ada balance dan akuntabilitas.
Ia menambahkan, YLKI memberikan concern pada asas keadilan dalam pelayanan lalu lintas.
Karenanya YLKI mengusulkan agar asas keadilan jika nantinya RUU LLAJ benar-benar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini dimasukkan dalam draft. Berikut mengenai narasi perlindungan bagi konsumen.
Baca juga: Tertahan di Baleg, Komisi V DPR Sebut Belum Bisa Bahas RUU LLAJ
Masukan berikutnya terkait pengendalian kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor.
YLKI berpendapat, keberadaan atau kepemilikan kendaraan roda dua di Indonesia merupakan fenomenanya yang sangat mengkhawatirkan. Ironisnya hal itu kadang-kadang tidak menjadi perhatian. Keberadaanya lebih dilihat karena faktor aksesibilitas.
Padahal, kata Tulus, dampak dari membludaknya kendaraan roda dua adalah tingginya angka kecelakaan di Indonesia. YLKI memberikan perhatian serius, khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Bukan hanya kecelakaan, tetapi juga menyangkut angka kemacetan, polusi atau pencemaran udara sampai tingginya konsumsi BBM.
"Makanya ketika pemerintah akan menaikkan BBM itu susah, karena memang terkendala oleh kelompok low income yang menggunakan sepeda motor sehingga rentan akan terjadinya gelojak dan sebagainya," jelasnya.
Kepada Komisi V DPR RI, YLKI menyampaikan tidak setuju jika kendaraan roda dua dijadikan angkutan umum sebab tidak memenuhi syarat teknis dan aspek keselamatan dan keamanan.
Memang, keberadaan ojek online maupun konvesional adalah sebuah keniscayaan, namun pengaturannya cukup dengan peraturan yang levelnya dibawah Undang-Undang.
Soal teknis lainnya yang disampaikan Tulus yakni terkait kendaraan modifikasi bagi difabel.
Ia mengusulkan agar kendaraan dengan modifikasi oleh difabel tidak dikenai sanksi atau dikategorikan melanggar hukum. Dengan catatan, modifikasi tidak berlebihan dan mengedepankan unsur keselamatan.