Pembelian Pertalite Dibatasi, YLKI: Picu Ketidakadilan Ekonomi
YLKI melihat pembatasan BBM jenis Pertalite berpotensi menimbulkan komplikasi masalah hingga ketidakadilan ekonomi bagi masyarakat.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melihat pembatasan BBM jenis Pertalite berpotensi menimbulkan komplikasi masalah hingga ketidakadilan ekonomi bagi masyarakat.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memberikan catatan soal rencana pemerintah membatasi pembelian BBM jenis Pertalite. Secara umum, menurut Tulus, kebijakan ini akan menimbulkan kerancuan pada tataran operasional.
"Karena ada satu barang yang sama, kualitasnya sama, tetapi harganya berbeda-beda," ujar Tulus dalam keterangannya, Sabtu (11/6/2022).
Baca juga: UPDATE Harga Pertamax dan Pertalite Hari Ini, 7 Juni 2022 di SPBU Seluruh Indonesia
Menurut Tulus, hal tersebut akan menimbulkan berbagai anomali. Dari sisi daya beli, kebijakan pembatasan BBM juga akan memukul daya beli konsumen, khususnya pengguna roda empat pribadi, yang selama ini menggunakan BBM Pertalite.
"Sebab pengguna Pertalite jika bermigrasi ke Pertamax berarti kenaikan harganya sebesar Rp 5.500 per liter. Jauh lebih tinggi daripada kenaikan harga Pertamax itu sendiri, naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500," ucap Tulus.
Baca juga: Ekonom: Pemangkasan Anggaran Kementerian dan Lembaga Lebih Tepat Ketimbang Naikkan Harga Pertalite
Secara politis, kebijakan ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk ambigu. Satu sisi pemerintah tidak mau menggunakan terminologi kenaikan harga, tetapi praktiknya terjadi kenaikan harga, malah jauh lebih tinggi.
"Ada pun dari sisi ekonomi kebijakan ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi," imbuh Tulus.
Sebab yang banyak menikmati subsidi, ucap Tulus, adalah pengguna kendaraan motor pribadi, sekalipun kendaraan motor pribadi roda dua.
Sementara masyarakat yang benar-benar miskin, berdasar data Kementerian Sosial, tidak bisa menikmati subsidi BBM, karena tidak mempunyai kendaraan motor pribadi.
"Secara teknis, kebijakan ini jika diterapkan sangat menyulitkan dalam pengawasan, dan menyulitkan petugas SPBU," kata Tulus.
Tulus mengatakan di seluruh dunia harga BBM adalah tunggal, tidak ada dual price, apalagi triple price. Karena itu, YLKI menyarankan agar Pemerintah tidak membuat kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah baru.
Baca juga: Soroti Pembatasan Pembelian Pertalite, Pengamat: Bukan Waktu yang Tepat
"Jangan ingin mengatasi masalah, tapi berpotensi menciptakan komplikasi masalah," tutur Tulus.
Jika ingin mensubsidi BBM, lanjut dia, maka seharusnya melalui subsidi tertutup, subsidi pada orangnya, bukan subsidi pada barang.
"Subsidi pada barang, terbukti banyak penyimpangannya dan tidak tepat sasaran. Namun demikian, data subsidi Kemensos perlu di-upgrade, agar lebih adil dan komprehensif," kata Tulus.