Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Larangan Impor Emas Rusia Tidak Cukup untuk Melemahkan Perekonomian Moskow

Larangan impor emas Rusia bertujuan untuk memutuskan Rusia dari sistem keuangan internasional dan menghukum Presiden Rusia dan oligarki Rusia.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
zoom-in Larangan Impor Emas Rusia Tidak Cukup untuk Melemahkan Perekonomian Moskow
Mikhail Metzel / SPUTNIK / AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin. Larangan Impor Emas Rusia Dinilai Tidak Cukup untuk Melemahkan Perekonomian Moskow 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Keputusan pada akhir pekan kemarin untuk melarang pembelian emas yang baru ditambang dan dimurnikan dari Rusia, merupakan upaya terbaru dari Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sekutu mereka untuk meningkatkan gelombang sanksi pada Rusia, sebagai tanggapan atas invasi Moskow ke Ukraina.

Pengumuman tersebut dibuat saat Presiden AS, Joe Biden dan para pemimpin lain dari negara-negara Group of Seven (G7) mengadakan pertemuan di Jerman. Larangan impor emas Rusia bertujuan untuk memutuskan Rusia dari sistem keuangan internasional dan menghukum Presiden Rusia Vladimir Putin dan oligarki Rusia.

Larangan baru ini juga bertujuan untuk menghilangkan pendapatan tambahan yang diperoleh Rusia dari mengekspor emas, yang digunakan sebagai perhiasan dan untuk investasi. Pembelian emas untuk investasi melonjak setelah pandemi Covid-19 mulai menjungkirbalikkan ekonomi global. Bahkan bank sentral termasuk Federal Reserve AS telah membeli emas Rusia melalui perantara.

Baca juga: Sanksi Baru bagi Rusia: AS, Inggris, Jepang, Kanada akan Umumkan Larangan Impor Emas

Menurut data pemerintah Inggris menunjukkan, tahun lalu Rusia memperoleh lebih dari 15 miliar dolar AS dari ekspor emasnya. Karena emas secara luas disimpan sebagai cadangan oleh bank sentral di seluruh dunia, dan Rusia memiliki pasar emas yang kuat.

“Rusia adalah produsen emas yang besar, dan itu adalah aset cadangan. Jika mereka tidak bisa menjual, maka sumber pendapatan itu hilang,” kata seorang profesor di London Business School, Lucrezia Reichlin, yang dikutip dari the New York Times.

Menurut pengacara keamanan nasional di Foley & Lardner, Christopher Swift mengatakan, Rusia sebagai salah satu produsen emas terbesar di dunia, menghidupkan penambangan emas baru untuk mengkompensasi beberapa aset yang lumpuh.

“Untuk menebus cadangan yang dipegang oleh perusahaan dan oligarki Rusia, mereka membawa emas baru secara online. G7 menutup akses ke emas baru ini,” ujar Swift.

BERITA REKOMENDASI

Sementara Asosiasi Pasar Bullion di London, pusat utama perdagangan emas global, telah menangguhkan transaksi dengan enam kilang emas dan perak Rusia pada Maret lalu.

Miliarder Rusia telah membeli emas batangan dalam upaya untuk menumpulkan dampak sanksi Barat. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengarisbawahi larangan emas tersebut secara langsung akan memukul oligarki Rusia.

Setelah putaran awal sanksi telah menghentikan banyak perdagangan emas internasional yang ada, bank sentral Rusia mengumumkan mereka akan melanjutkan pembelian emas yang diproduksi di dalam negeri, yang juga dilihat sebagai cara untuk membantu menopang mata uangnya.

Emas yang dipegang oleh bank sentral Rusia diperkirakan bernilai antara 100 miliar dolar AS hingga 140 miliar dolar AS. Swift menambahkan, larangan ekspor emas ini tidak akan cukup untuk melemahkan kemampuan ekonomi Rusia.

Baca juga: Rusia Gagal Bayar Utang Luar Negeri untuk Pertama Kalinya Sejak 1918

“Pada dasarnya ini adalah pengetatan sanksi secara bertahap daripada eskalasi yang signifikan. Jika tujuan Anda adalah untuk melemahkan kemampuan ekonomi Rusia untuk berperang di Ukraina, ini adalah tindakan yang perlu tetapi tidak cukup,” kata Swift.


Namun dia menambahkan, langkah yang efektif untuk melemahkan perekonomian Rusia adalah dengan memberikan sanksi pada gas Rusia.

“Jika G7 ingin memiliki efek strategis, maka mereka benar-benar perlu memikirkan apa yang akan mereka lakukan tentang gas Rusia,” ujarnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas