Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Di Tengah Ramainya Sanksi Barat, Rubel Rusia Jadi Mata Uang dengan Kinerja Terbaik Tahun Ini

Ditengah ramainya sanksi Barat, mata uang rubel justru terus menguat terhadap dolar AS.

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
zoom-in Di Tengah Ramainya Sanksi Barat, Rubel Rusia Jadi Mata Uang dengan Kinerja Terbaik Tahun Ini
Dmitry Feoktistov/TASS/The Moscow Times
Ditengah ramainya sanksi Barat, mata uang rubel justru terus menguat terhadap dolar AS. Bahkan penguatan tersebut membuat rubel di klaim jadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia di tahun ini. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Ditengah ramainya sanksi Barat, mata uang rubel justru terus menguat terhadap dolar AS. Bahkan penguatan tersebut membuat rubel di klaim jadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia di tahun ini.

Mengutip dari Reuters, pada perdagangan Rabu (29/6/2022) Nilai Rubel melesat di angka 52,00 terhadap greenback pada 1154 GMT, setelah sebelumnya rubel berada di posisi 50,01.

Rubel juga terpantau menguat terhadap euro, dimana rubel naik sebanyak 0,6 persen menjadi 54,20.

Wakil Perdana Menteri Rusia, Andrei Belousov mencatat bahwa penguatan ini menjadi yang pertama kalinya sejak tahun 2015.

Baca juga: Rusia Default, Rubel Malah Menguat Terhadap Dolar AS, Naik ke Level Tertinggi Sejak Mei 2015




Menguatnya nilai rubel terhadap dolar maupun euro terjadi karena adanya dorongan intervensi yang dilakukan Rusia, diantaranya seperti adanya pembatasan pada masyarakat untuk menarik tabungan dalam mata uang asing.

Tak hanya itu aturan Putin yang mewajibkan para importir minyak dan gas Rusia untuk melakukan pembayaran dengan rubel disinyalir jadi penyebab penguatan rubel. Hal itu dilakukan demi melindungi sistem keuangan Rusia dari sanksi negara-negara barat.

Meski penguatan rubel dapat menunjukan bahwa Rusia kebal akan sanksi ekonomi Barat, namun sayangnya penguatan tersebut memicu kekhawatiran para pengusaha Rusia.

Baca juga: Rusia Dihajar Sanksi Ekonomi, Kurs Rubel Malah Melesat ke Level Tertinggi

Hal ini terjadi karena kegiatan ekspor harus dilakukan menggunakan mata uang rubel, sementara tidak semua negara mau untuk melakukan transaksi dengan mata uang tersebut.

Inilah yang kemudian membuat pendapatan Rusia dari penjualan komoditas dan barang lain di luar negeri untuk dolar dan euro mengalami penurunan drastis.

“Banyak perusahaan Rusia terutama eksportir non migas, sudah menderita secara finansial, “kata Evgeny Suvorov, seorang ekonom di CentroCreditBank.

Sejumlah cara kini mulai diterapkan Presiden Putin seperti melonggarkan kebijakan capital control pada awal Juni kemarin. Dengan kebijakan ini perusahaan Rusia yang sebelumnya diwajibkan untuk mengkonversi valuta asingnya sebanyak 80 persen kini turun menjadi 50 persen.

Selain itu, bank sentral Rusia juga terpantau mulai memangkas suku bunga dengan agresif, dengan maksud untuk memacu perekonomian Moscow. Meski belum memberikan dampak signifikan namun cara ini dipercaya dapat meredakan tekanan pada perekonomian Rusia.

BERITA TERKAIT
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas