Uji Coba MyPertamina, Sudah 50.000 Pemilik Mobil Daftar Pembelian Pertalite dan Solar
Eddy Soeparno menilai, perlu ada sosialisasi masif perihal skema baru pembelian Pertalite dan solar subsidi.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Empat hari sejak dimulainya uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, masyarakat sudah mulai mendaftarkan diri di aplikasi MyPertamina.
PT Pertamina (Persero) menerima permohonan pendaftaran untuk pembelian Pertalite dan solar subsidi dari masyarakat sejak tanggal 1 Juli 2022.
PT Pertamina Patra Niaga mencatat pendaftar untuk pembelian Pertalite dan BBM bersubsidi sudah mencapai 50.000 kendaraan.
“Antusiasme sangat tinggi,” ujar Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting saat dihubungi Kontan.co.id (4/7/2022).
Baca juga: MyPertamina Untuk Elpiji Masih Rencana Tapi Sudah Ditolak, Berikut Alasan Penolakannya
Pertamina tengah melakukan uji coba pengendalian penyaluran Pertalite dan solar subsidi dengan menggunakan teknologi. Dalam skema ini, penyaluran Pertalite dan solar subsidi hanya dilakukan kepada pengguna berhak yang sudah terdaftar di dalam sistem MyPertamina.
Alurnya, pengguna yang sudah mendaftarkan kendaraan dan identitasnya kemudian akan mendapatkan notifikasi melalui email yang didaftarkan.
Apabila sudah terkonfirmasi sebagai pengguna terdaftar yang berhak, pengguna dapat mengunduh kode QR dan simpan untuk bertransaksi di SPBU Pertamina.
Pengendara yang tidak memiliki HP atau tidak paham cara mendaftar di website subsiditepat.mypertamina.id tetap bisa melakukan pembelian Pertalite dan Solar, sebab Pertamina juga berkomitmen menyediakan gerai pendaftaran di beberapa SPBU di wilayah yang telah memberlakukan uji coba MyPertamina.
Uji coba tahap pertama pengendalian penyaluran Pertalite dan solar subsidi berbasis sistem MyPertamina dilakukan di 11 kota, yaitu Kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kota Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi. Pendaftaran dalam uji coba ini telah dibuka sejak 1 Juli 2022 lalu.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno menilai, perlu ada sosialisasi masif perihal skema baru pembelian Pertalite dan solar subsidi. Hal ini untuk meminimalisir disinformasi di masyarakat.
“Sosialisasinya ini harus dilakukan secara masif agar masyarakat mengetahui dan tidak menduga-duga. kalau masyarakat menduga-menduga kan yang timbul dalam persepsi masyarakat adalah hal yang negatif,” tutur Eddy kepada Kontan.co.id (4/7).
Menurut Eddy, penyaluran Pertalite dan solar subsidi memang perlu dikendalikan. Ia mengaku belum bisa menentukan plus minus skema penyaluran Pertalite dan solar subsidi bersubsidi, sebab hal ini baru bisa diketahui setelah evaluasi penerapan dilakukan.
Baca juga: Jenis BBM yang Tak Perlu Gunakan MyPertamina
Meski begitu, dia memberi beberapa catatan. Pertama, ia meminta agar Pertamina bisa melayani pembelian Pertalite dan solar subsidi oleh pengguna berhak yang tidak memiliki gawai atau tidak mampu mengakses MyPertamina.
Kedua, perlu ada sosialisasi masif perihal skema baru pembelian Pertalite dan solar subsidi.
“Ketiga kita juga meminta supaya payung hukumnya jelas. Ini kan Perpres 191/2014 itu mau direvisi, dan itu atas permintaan dari BPH Migas.
Menurut saya itu penting sekali supaya payung hukumnya jelas untuk mengetahui siapa saja yang berhak menjadi penerima BBM bersubsidi,” tandas Eddy.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai bahwa Pertamina terburu-buru dalam melakukan pendaftaran dan uji coba penyaluran Pertalite dan solar subsidi berbasis MyPertamina, sebab pemerintah masih belum memutuskan siapa yang berhak menggunakan jenis BBM ini.
“Perpres terkait hal ini masih tengah digodok, belum diterbitkan. Begitu pula Peraturan BPH Migas soal pembatasan penggunaan BBM Bersubsidi juga belum terbit.
Baca juga: Pendaftaran BBM Subsidi Lewat MyPertamina Hanya Khusus untuk Mobil
Akibatnya publik menjadi bising karena belum definitif mobil seperti apa yang boleh dan tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi,” tutur Mulyanto saat dihubungi Kontan.co.id (4/7).
Selain itu, Mulyanto juga menilai bahwa penyaluran Pertalite dan solar subsidi dengan skema aplikasi tidak efektif untuk rakyat kecil. Menurutnya, ada cara lebih sederhana yang dapat diterapkan jika regulasi pembelian Pertalite dan solar bersubsidi sudah terbit nanti.
Misalnya, penyaluran Pertalite dan solar subsidi bisa dilakukan melalui jalur khusus yang diperuntukkan khusus target pengguna seperti misalnya motor, angkot dan kendaraan angkutan umum.
Di luar kategori itu, pengguna kendaraan tidak boleh memasuki jalur khusus BBM subsidi.
“Usulan pemerintah ini akan mudah pelaksanaannya di lapangan tidak perlu aplikasi segala. Juga sederhana pembagiannya dengan asumsi pemilik mobil identik dengan orang berada alias orang mampu yang tidak layak mendapat subsidi,” terang Mulyanto.
Bukan Karena Stok Habis
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Hageng Nugroho buka suara soal penerapan penggunaan Aplikasi MyPertamina dalam pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM).
Hageng menegaskan, kebijakan penggunaan aplikasi ini dilakukan bukan karena stok habis.
Alih-alih untuk menaikkan harga BBM, penggunaan MyPertamina diberlakukan untuk mengatur tata kelola penggunaan BBM subsidi.
Pasalnya, subsidi BBM seharusnya digunakan untuk masyarakat miskin dan kategori tertentu.
"Saya tegaskan kebijakan ini dilakukan bukan karena stok habis atau tidak ada persediaan dan hingga saat ini belum ada wacana untuk perubahan harga."
"Hal yang melandasi kebijakan ini karena adanya manat UU bahwa subsidi hanya dapat diberikan pada kelompok masyarakat miskin dan tertentu yang telah diatur," kata Hageng dikutip dari Kompas TV, Minggu (3/7/2022).
Baca juga: Tak Hanya Implementasikan Aplikasi MyPertamina, Ini Upaya Pertamina Agar BBM Subsidi Tepat Sasaran
Apalagi, lanjut Hageng, perang Rusia dan Ukraina membawa dampak meningkatnya harga BBM di dunia.
"Sehingga ada disparitas harga minyak internasional dan dalam negeri dan harga jualnya yang (terlampau) cukup jauh."
"Sehinga kita perlu hati hati dalam mengatur ini dengan memberikan tata kelola yang lebih baik untuk penggunaan BBM subsidi ini," lanjut Hageng.
Untuk itu, Hageng meminta masyarakat tidak berasumsi jauh terkait hal ini.
"Sebaiknya tidak panik dan tidak buru-buru berasumsi jauh atas kebijakan ini," tegas Hageng.
Dianggap Ribet
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, Anggota Komisi VII PR RI, Paramitha Widya Kusuma mengungkapkan ketidaksetujuannya pada penggunaan alikasi MyPertamina.
Menurutnya, aplikasi ini membuat rakyat kecil merasa ribet.
Pasalnya, tidak semua masyarakat Indonesia paham cara penggunaan aplikasi MyPertamina ini.
Tenaga Ahli Utama KSP, Hageng Nugroho tegaskan penggunaan MyPertamina bukan karena stok habis, tapi upaya mengatur tata kelola BBM subsidi (Tangkap Layar Kompas Tv, Minggu (3/7/2022).
"Terutama untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi hak bagi mereka. apalagi menggunakan aplikasi seperti itu pasti banyak yang tidak paham," ujar Paramitha, Jumat (1/7/2022).
Sebagaimana diketahui, Pertamina Patra Niaga mulai menerapkan uji coba cara baru pembelian Pertalite dan Solar menggunakan aplikasi MyPertamina Jumat, lalu.
Menurut Paramitha, dulu sudah ada program digitalisasi di lebih dari 5.500 SPBU bahkan menghabiskan dana triliunan.
Lantas mengapa program itu tidak berjalan?
"Lalu apa hasilnya digitalisasi SPBU itu, berarti kan selama ini digitaliasi tidak benar-benar dijalankan dengan baik Padahal digitalisasi itu sudah memakan dana triliyunan," katanya.
Paramitha berujar, ketimbang memakai aplikasi baru, Pertamina harusnya mengoptimalkan penggunaan digitalisasi yang sudah dipasang ketika Dirut Patra Niaga Mas'ud Khamid masih menjabat.
"Tujuan digitalisasi itu kan sudah jelas agar Pertamina punya data akurat dan transparan. Kalau saja penerapan digitalisasi itu dilakukan dengan baik, maka sebenarnya data penjualan Pertalite, Solar, dan Pertamax sudah ada jadi tidak perlu lagi pakai aplikasi baru untuk beli Pertalite."
"Ini terkait dengan akar masalah yang kedua yakni soal pengawasan," lanjut Paramitha.
Apalagi, alat digitalisasi ini sudah dipasang di 90 persen SPBU yang tersebar di seluruh Indonesia, tapi tidak dijalankan dengan baik. (Kontan/Muhammad Julian/Wahyu T.Rahmawati/Tribunnews.com)