Rupiah Berpotensi Melemah ke Level Rp 16.000, Pengamat: Ada 'Badai' Mengintai Ekonomi Indonesia
Melansir data Bloomberg pada pukul 12.58 Wib, rupiah terpantau berada di level Rp 15.020 per dolar AS, Rabu (6/7/2022)
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) melemah di pasar spot pada Rabu (6/7/2022).
Melansir data Bloomberg pada pukul 12.58 Wib, rupiah terpantau berada di level Rp 15.020 per dolar AS.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi rupiah perlu jadi perhatian karena pelemahan rupiah bisa memicu berbagai ekses negatif ke perekonomian.
“Ada perfect storm atau badai yang sempurna sedang mengintai ekonomi Indonesia,” ucap Bhima kepada Tribunnews, Rabu (6/7/2022).
Baca juga: Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Masih Akan Kembali Melemah oleh Sentimen Resesi
Bhima melanjutkan, rupiah secara psikologis berisiko melemah ke Rp 15.500-Rp 16.000 dalam waktu dekat.
Tekanan akan terus berlanjut dan tergantung dari respons kebijakan moneter.
“Faktor pelemahan Rupiah yang berlanjut karena pasar keuangan masih dibayangi sentimen negatif. Investor terus mencermati risiko kenaikan Fed rate terhadap indonesia sehingga melakukan penjualan aset berisiko tinggi,” ungkap Bhima.
Baca juga: Kembali Terpuruk, Besok Rupiah Diprediksi Tembus Rp 15.000 per Dolar AS
“Keluarnya dana asing juga dipicu data inflasi Juni yang cukup tinggi sejak 2017 menjadi kekhawatiran risiko stagflasi. Apalagi BI masih menahan suku bunga tentu risk-nya naik di market,” lanjutnya.
Dengan demikian, kondisi likuiditas didalam negeri bisa mengetat apabila pelemahan kurs terus terjadi. Karena pelemahan kurs menunjukkan adanya tekanan arus modal asing yang keluar.
Bhima juga mengatakan, pelemahan kurs dikhawatirkan memicu imported inflation atau kenaikan biaya impor terutama pangan.
Sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga di tingkat konsumen. Tapi ketika beban biaya impor sudah naik signifikan akibat selisih kurs maka imbasnya ke konsumen juga.
“Cadangan devisa juga akan makin tertekan disaat arus modal keluar tinggi sekaligus kinerja ekspor komoditas mulai terkoreksi,” papar Bhima.
“Salah satu alasan pelemahan rupiah karena BI masih menahan suku bunga. Ditahannya suku bunga acuan membuat spread imbal hasil US Treasury dengan surat utang SBN semakin menyempit. Idealnya suku bunga sudah naik 50 basis poin sejak Fed lakukan kenaikan secara agresif,” pungkas Bhima.