Kenaikan Harga Avtur dan Biaya MRO Jadi Alasan Maskapai Pasang Harga Tiket Mahal
Kenaikan harga avtur dan biaya MRO pesawat jadi alasan banyak maskapai penerbangan Tanah Air kini memasang tarif tiket mahal ke penumpang.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan harga avtur dan biaya maintenance, repair and overhaul (MRO) pesawat jadi alasan mengapa banyak maskapai penerbangan Tanah Air kini memasang tarif tiket mahal ke penumpang.
Hal tersebut menjadi intisari pernyataan Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Denon Prawiraatmadja ketika ditanyakan seputar alasan dan penyebab tarif tiket pesawat saat ini menjadi mahal.
Harga tiket di penerbangan internasional yang berkisar hanya 2 jam terbang di rute Jakarta-Singapura di platform online pada Rabu (6/7/2022) masih dijual di kisaran harga Rp 4,4 juta - Rp 7,2 juta.
Sebelum kenaikan, harga tiket rata-rata maskapai penerbangan untuk rute Jakarta-Singapura biasanya berkisar Rp 3 juta.
Dalam wawancaranya dengan Kontan.co.id, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menjabarkan sejumlah faktor yang berperan besar dalam mendorong kenaikan harga tiket pesawat, salah satunya kenaikan harga avtur.
“Harga avtur ini sangat berpengaruh terhadap beban operasi kegiatan penerbangan,” ujar Denon kepada Kontan.co.id, Rabu, 6 Juli 2022.
Baca juga: PHRI Keberatan Harga Tiket Pesawat Kini Sudah Keterlaluan Mahalnya
Harga avtur memang mengalami kenaikan. Mengutip dari Kompas.com (1/7), harga avtur di Bandara Soekarno-Hatta periode 15-30 Juni 2022 sebesar Rp 17.362 per liter.
Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan periode 15-30 Maret 2022 yang sebesar Rp 13.677 per liter.
Denon mengatakan, biaya avtur dan biaya leasing menjadi 2 komponen biaya dengan porsi paling besar dalam biaya operasional. Porsi keduanya mencapai sekitar 60 persen dalam pos beban tersebut.
Baca juga: Harga Tiket Pesawat Naik, Kemenhub Akan Evaluasi Kebijakan Fuel Surcharge
Selain harga avtur, naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah yang mendekati Rp 15.000 per dolar AS juga turut menambah beban maskapai, sebab biaya sewa pesawat dibayarkan dengan menggunakan mata uang dolar AS.
Faktor pemicu tarif tiket mahal lainnya adalah pasokan pesawat yang beroperasi saat ini terbatas akibat efek menyusutnya permintaan akibat pagebluk Covid-19 sebelumnya.
Denon mengaku tidak mempunyai hitungan pasti berapa persisnya jumlah pesawat yang aktif beroperasi saat ini.
Baca juga: Pengamat: Kenaikan Harga Tiket Pesawat Akibat Harga Avtur Tinggi Tidak Terlalu Tepat
Namun dia memperkirakan jumlahnya berkisar 50 sampai 60 persen dari jumlah pesawat yang beroperasi saat sebelum pandemi Covid-19 dulu.
Di sisi lain, opsi untuk kembali mengoperasikan pesawat yang tidak aktif selama masa pandemi juga tidak mudah dan perlu melalui proses yang memakan waktu.
Ahasil, permintaan penerbangan yang ada melebih supply pesawat yang ada.
“Untuk bisa membuat pesawat yang tidak beroperasi lebih dari setahun menjadi layak terbang lagi harus masuk ke MRO," ujarnya.
"MRO ini kan ketersediaannya terbatas, jadi sekarang ini antrean pesawat untuk bisa layak terbang lagi dari MRO ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi maskapai,” terang Denon.
Tinjau Fuel Surcharge
Terkait keluhan harga tiket pesawat yang mahal ini, Kementerian Perhubungan sebelumnya sudah menjanjika akan mengevaluasi harga tiket pesawat yang meningkat akibat harga avtur yang juga naik secara global.
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Dadun Kohar mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait besaran harga tiket pesawat ini.
“Harga bahan bakar ini berhubungan langsung dengan harga tiket pesawat. Maka dari itu, kami akan mengevaluasi harga avtur ini,” kata Dadun, Jumat (1/7/2022).
Evaluasi tersebut terkait seberapa besar tambahan harga fuel terhadap tiket pesawat.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub mencatat saat ini harga avtur sudah mencapai Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per liter.
Angka ini diakui mengalami kenaikan selama tiga bulan terakhir dari Januari-Maret 2022 harga avtur masih diangka Rp 12 ribu per liter.
Kemudian para April 2022 kembali mengalami peningkatan menjadi Rp 15 ribu per liter, dan pada Mei 2022 naik menjadi Rp 16 ribu per liter.
Meski begitu, Dadun menjelaskan, ada beberapa faktor selain harga bahan bakar yang membuat tiket menjadi mahal.
Direktur Human Capital Garuda Indonesia Arya Perwira mengatakan, harga tiket pesawat yang tinggi saat ini bukan hanya dipengaruhi oleh harga bahan bakar.
“Ada beberapa faktor seperti harga sparepart yang juga tinggi saat ini dan juga biaya operasional,” kata Arya.
Terkait fuel surcharge ini, Citilink mengungkapkansangat mendukung kebijakan terbaru dari Kemenhub mengenai fuel surcharge.
VP Corporate Secretary & CSR Citilink Diah Suryani mengatakan, kebijakan fuel surcharge ini sangat membantu operasional penerbangan.
“Saat ini harga bahan bakar Avtur sendiri cukup tinggi kenaikannya, dan saat ini kita masih menghitung harga yang tiket untuk penerbangan,” ucap Diah, Jumat (22/4/2022).
Ia juga menjelaskan, meski diperbolehkan untuk melakukan fuel surcharge akan tetapi Citilink akan mengevaluasi besaran harga yang akan ditetapkan itu pun sesuai dengan demand yang ada.
“Kita tidak boleh melanggar ketentuan tarif batas atas dan bawa, maka dari itu kenaikan ini akan dievaluasi secara berkala,” kata Diah.
Sebagai informasi, aturan terkait fuel surcharge ini tertulis dalam keputusan Kemenhub Nomor 68 Tahun 2022 tentang biaya tambahan atau fuel surcharge tarif pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, ketentuan penyesuaian biaya tambahan tiket pesawat berlaku mulai 18 April 2022.
Adita juga menjelaskan, bahwa kenaikan harga avtur dunia sangat mempengaruhi biaya operasi penerbangan.
Kemudian apabila kenaikan mempengaruhi biaya operasional hingga 10 persen maka pemerintah memperbolehkan adanya biaya tambahan untuk tiket pesawat.
Meski begitu, Adita mengungkapkan, bahwa ketentuan ini sifatnya tidak mengikat dan artinya maskapai dapat memilih untuk menerapkan biaya tambahan atau tidak kepada penumpang pesawat.
"Kemudian untuk besaran biaya tambahan tiket pesawat tersebut untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai pelayanan dari maskapai," ucap Adita.
Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai.
Ketentuan ini akan dievaluasi setiap tiga bulan atau apabila terjadi perubahan yang signifikan terhadap biaya operasi penerbangan.
Laporan Reporter: Muhammad Julian | Sebagian artikel ini berumber dari Kontan