Antisipasi Krisis Pangan, Sekolah Khusus Food Estate Disarankan Segera Dibentuk
Setiap tahun sekitar 50.000 hingga 100.000 hektare lahan pertanian di Indonesia berubah peruntukannya menjadi lahan non pertanian.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribun Network, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian kini sudah mencapai 50.000 hingga 100.000 hektare per tahun di Indonesia.
Hal tersebut memunculkan potensi krisis pemenuhan kebutuhan pangan secara jangka panjang.
Pemerintah melalui salah satu program strategis pembangunan pertanian nasional 2021, program food estate menargetkan pemenuhan ketahanan pangan dalam negeri.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor(IPB), Profesor Edi Santosa menyebut program dari pemerintah tersebut sangat baik demi memenuhi kebutuhan pangan di masa depan.
"Program Food Estate oleh pemerintah sangat baik karena akan mampu memenuhi kebutuhan pangan kita di masa depan," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Edi Santosa saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Ia menjelaskan setiap tahun sekitar 50.000 hingga 100.000 hektare lahan pertanian di Indonesia berubah peruntukannya menjadi lahan non pertanian seperti infrastruktur jalan, pabrik dan rumah tinggal, sehingga berpotensi menimbulkan krisis ketersediaan pangan di dalam negeri.
Baca juga: Ekstensifikasi Lahan di Kalteng Dukung Penguatan Program Food Estate
"Dengan adanya Food Estate itu hingga (tahun) 2045 lahan (pertanian) yang bertambah bisa mencapai 1 juta hektare," ujarnya.
Kondisi semakin berkurangnya lahan pertanian di dalam negeri diperkuat dengan pernyataan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Ernan Rustiadi.
Baca juga: Hasil Food Estate Hortikultura Garut Siap Pasok Kebutuhan Selama Ramadan dan Idulfitri
"Dibandingkan dengan negara lain, betapa kecilnya ketersediaan lahan pangan yang bisa ditanami per kapita di Indonesia," kata Ernan.
Menurut Ernan, jika lahan pertanian pangan dirasiokan dengan jumlah penduduk maka luas lahan per kapita Indonesia termasuk yang terendah di antara negara-negara lainnya.
"Padahal, kebutuhan pangan merata di seluruh wilayah. Mau tidak mau, Indonesia harus melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan pangan," ujarnya.
Baca juga: Irigasi Bantu Petani Kembangkan Program Food Estate di Belu NTT
Berdasarkan perhitungan Ernan, luas lahan pangan dalam negeri saat ini mencapai 24,7 hektare atau 13 persen dari luas daratan yang sebesar 191 juta hektare, dan setelah dibagi jumlah penduduk maka luas lahan pangan hanya 0,095 hektare per kapita.
"Food Estate Indonesia adalah cara khas dan inovasi baru pencapaian kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia," kata Ernan dalam paparannya secara daring di acara diskusi "Kemandirian Pangan dan Tantangan Penyediaan Lahan Pangan".
Prof Edi Santosa menambahkan, agar Food Estate bisa berjalan sesuai rencana maka dibutuhkan konsistensi, teknologi, infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai.
"Anak-anak muda dari daerah (tempat Food Estate diterapkan) bisa menjadi pioneer. Kita bisa membuat sekolah khusus bisa hanya enam bulan saja, untuk ajari soal Food Estate ke mereka," katanya.
Di sisi lain ia berharap bila nantinya terjadi pergantian pemerintahan, Food Estate akan tetap berjalan sesuai program yang sudah dicanangkan.
Adapun lingkup Food Estate Indonesia yang dipaparkan Ernan mencakup empat fokus, yaitu fokus komoditas mencakup komoditas pangan nasional dan komoditas andalan daerah, pengadaan lahan sesuai agroekologi dan terkonsolidasi, sistem agribisnis terpadu mencakup seluruh subsistem hulu, on-farm, hilir dan penunjang, serta dukungan infrastruktur juga teknologi, dan fokus korporasi petani serta badan usaha