Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Krisis Keuangan di Depan Mata, Tapi Perbankan Tanah Air Tetap Optimistis

Negara berkembang perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya krisis keuangan yang bakal melanda banyak negara.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Krisis Keuangan di Depan Mata, Tapi Perbankan Tanah Air Tetap Optimistis
Financial Times
Bahkan kabarnya The Fed memberikan sinyal akan menaikkan lagi suku bunga pada pertemuan The Fed berikutnya di bulan September untuk menekan risiko naiknhya inflasi AS. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed menaikkan tingkat suku bunganya sebanyak 75 basis poin (bps) Kamis (28/7/2022).

Kenaikan tersebut untuk kali kedua berturut-turut setelah bulan Juni lalu The Fed juga menaikkan tingkat suku bunganya sebesar 75 bps ke kisaran 1,5-1,75 persen. Kenaikan ini merupakan yang paling agresif sejak tahun 1994.

Bahkan kabarnya The Fed memberikan sinyal akan menaikkan lagi suku bunga pada pertemuan The Fed berikutnya di bulan September untuk menjaga agar inflasi AS tidak memanas.

Kenaikan suku bunga tersebut membuat kenaikan kumulatif selama Juni-Juli 2022 menjadi 150 basis poin, paling tinggi sejak era pertarungan harga masa kepemimpinan Paul Volcker di awal 1980-an.

Terkait hal tersebut Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati angkat bicara. Menurutnya imbas kenaikan suku bunga tersebut akan paling dirasakan negara-negara berkembang. Negara-negara tersebut bisa mengalami krisis keuangan.

"Secara historis kita lihat setiap kali AS [The Fed] menaikkan suku bunga apalagi secara sangat agresif, biasanya diikuti oleh krisis keuangan dari negara-negara emerging [negara berkembang], seperti yang terjadi pada 1974 dan pada akhir 1980an," ujar Menkeu.

Baca juga: IMF Peringatkan Inflasi Tinggi Bisa Mengancam Ekonomi ke Jurang Resesi

Menkeu mengungkapkan volatilitas yang meningkat tersebut juga memicu kemungkinan penurunan atau pelemahan ekonomi negara-negara di seluruh dunia.

Berita Rekomendasi

"Di AS dengan kenaikan suku bunga, maka memunculkan adanya tantangan atau ancaman resesi," ujar Menkeu.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya menyebutkan sejauh ini pelaku pasar dan investor mampu menerima situasi dan kondisi kenaikan suku bunga The Fed, sehingga pasar pun juga optimis bahwa kenaikkan tingkat suku bunga akan mulai melambat.

Baca juga: Menkeu Janet Yellen Peringatkan Tingginya Inflasi AS

Meskipun tingkat suku bunga naik, ada potensi bahwa pasar akan kembali bergairah.

Apalagi, Gubernur The Fed Jerome Powell membuat pernyataan yang menenangkan kemarin dengan menolak bahwa perekonomian Amerika akan menuju resesi.

"Semoga saja, setelah kenaikan ini, inflasi dapat segera mengalami penurunan, sehingga The Fed tidak perlu menaikkan tingkat suku bunga dengan besaran yang sama seperti saat ini," ujarnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, kenaikan suku bunga Fed 75 basis poin untuk kedua kalinya akan berdampak negatif di pasar keuangan baik pasar modal maupun pasar surat utang.

Baca juga: Terancam Resesi, Microsoft Susul Google Setop Perekrutan Karyawan

Karena investor mulai menahan diri untuk masuk ke aset yang resikonya lebih tinggi dan mencermati langkah Bank Indonesia apakah akan menaikan suku bunga untuk imbangi Fed rate.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara (IST)

“Kenaikan tingkat suku bunga Fed ini cukup surprise karena masih ada ruang bagi Fed untuk naik 4 kali lagi sampai akhir tahun demi mengendalikan inflasi di AS,” ucap Bhima.

“Kalau Fed naik agresif, dikhawatirkan dana dari negara berkembang semakin banyak ditarik pulang ke negara maju atau masuk ke dollar AS,” lanjutnya.

Bhima menyarankan kepada Pemerintah atau Bank Indonesia agar mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi langkah The Fed. Salah satunya adalah Bank Indonesia(BI) merespon dengan menaikan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur di bulan depan.

“Tapi tergantung apa BI masih tetap tahan suku bunga, atau naik 50 bps dalam RDG berikutnya. Kalau BI naikan suku bunga rupiah bisa relatif lebih stabil,” pungkas Bhima.

Rupiah Menguat

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru terpantau menguat meski The Fed menaikkan suku bunga.

Mengutip data Bloomberg sekitar pukul 09.10 WIB, rupiah sukses menembus ke level Rp14.943 dari posisi penutupan perdagangan di hari sebelumnya sebesar Rp15.010 per dolar AS.

Penutupan Kamis sore nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat. Hal itu imbas pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang dipandang 'dovish' (pelonggaran kebijakan).

Rupiah ditutup menguat 88 poin atau 0,59 persen ke posisi Rp14.922 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.010 per dolar AS.

Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra mengatakan, nilai tukar rupiah mendapatkan angin segar setelah pengumuman the Fed dinihari tadi.

“Ini karena the Fed memberikan indikasi bahwa tidak akan terlalu agresif di rapat berikutnya,” ucap Ariston.

Terpisah, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, untuk kondisi ekonomi di Indonesia sendiri masih tergolong aman, dan mampu bertahan dari berbagai gempuran dampak ketidakpastian ekonomi global. Menurut Jahja, Indonesia memiliki sejumlah komoditas unggulan.

Pada sektor tambang, Indonesia merupakan negara penghasil batubara, nikel, hingga tembaga. Sementara di sektor perkebunan Indonesia memiliki produksi sawit yang sangat besar.

Seiring melonjaknya nilai tukar dolar AS, maka Indonesia memiliki dapat meraup cuan dari sisi aktivitas ekspor.

“Para eksportir ini mereka pengusaha menikmati dolar. Seperti bisnis crude palm oil (CPO), pertambangan, batubara, nikel, tembaga. Itu semuanya menikmati kenaikan harga komoditas, dolarnya makin menguat membuat mereka mendapatkan income rupiah yang lebih besar,” jelas Jahja.

“Jadi secara country kita bersyukur, terhindar dari defisit transaksi. Ekspor kita bagus, dan impor kita belum meningkat seperti pada saat puncak kasus Covid-19,” sambungnya.

Jahja juga mengungkapkan, di sisi lain para pelaku usaha importir terasa terbebani dari adanya inflasi dan fluktuasi nilai tukar dolar AS yang tidak menentu.

Meski demikian, secara neraca perdagangan Indonesia diprediksi masih akan surplus. Dan hal tersebut dapat menjaga ketahanan perekonomian nasional.

Jahja juga terus berkomitmen untuk dapat mendukung Pemerintah dalam memulihkan perekonomian nasional di tengah tantangan global, dengan mendorong penyaluran fasilitas pembiayaan. Baik itu kredit modal kerja, investasi, hingga konsumer.

“Kami optimis penyaluran kredit BCA di semester II-2022 akan lebih bergairah permintaannya,” pungkas Jahja.

Setelah Bitcoin anjlok di kisaran 21.000 dolar AS pada awal pekan, kini pergerakan pasar kripto kembali bullish terdorong oleh kebijakan Federal Reserve yang menaikan suku bunga sebesar 75 basis poin kali kedua.

Pengetatan moneter yang sesuai dengan ekspektasi investor telah membuat pasar kripto kembali menggeliat naik menuju zona hijau. Dipimpin oleh Bitcoin yang melonjak 9,56 persen hingga harganya melesat naik menuju 23.139 dolar AS dalam 24 jam terakhir.

Tak mau kalah Ethereum pun turut mencatatkan kenaikan dalam pasar kripto, menurut pantauan Coinmarketcap nilai ETH dalam perdagangan Kamis terpantau naik sebanyak 14,75 persen menjadi 1.643 dolar AS, melonjak jauh dari sesi sebelumnya.

Kenaikan serupa juga terlihat pada Dogecoin, meme koin bersimbol anak anjing ini terlihat bullish 7,84 persen menuju ke level 0.06676 dolar AS.

Dilanjutkan Cardano yang ikut terkerek 10,03 persen menjadi 0.5083 dolar AS serta Solana yang menguat sebanyak 10,67 persen menuju ke harga 39.81 dolar AS.

Selain sederet kripto di atas, penguatan nilai juga terjadi pada dua altcoin lainnya seperti Polkadot yang bullish sebesar 15,95 persen menjadi 7.74 dolar AS, dan Shiba Inu yang terkerek 21 persen hingga harganya melesat 0.0001146 dolar AS.

Mengutip dari situs Decrypt bangkitnya perdagangan kripto pada pagi ini, terjadi berkat kenaikan suku bunga The Fed yang sesuai dengan ekspektasi para investor.

Sebelum The Fed menetapkan kebijakannya, para ekonom AS memperkirakan bahwa bank sentral ini akan menarik suku bunga sebanyak 100 bps untuk mengekang laju inflasi Amerika yang telah melonjak ke angka 9,1 persen.

Munculnya prediksi tersebut tentunya membuat sejumlah investor kripto khawatir, hingga membuat perdagangan cryptocurrency melemah selama beberapa hari terakhir. (Tribun Network/ism/van/mir/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas