Analis Pasar Saham Sebut Sentimen Nilai Tukar Rupiah Pengaruhi Kekuatan IHSG
Hans Kwee mengatakan, fluktuasi nilai tukar Rupiah sangat berdampak pada penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami fluktuasi dalam beberapa minggu terakhir. Tercatat, Rupiah sempat menembus ke level Rp 15.000 pada penghujung Juli 2022.
Namun seiring berjalannya waktu, Rupiah kembali merangkak naik, dan saat ini berada di bawah level Rp 14.900.
Analis Pasar Saham sekaligus Direktur Ekuator Swarna Investama, Hans Kwee mengatakan, fluktuasi nilai tukar Rupiah sangat berdampak pada penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Baca juga: Akhir Pekan Laju IHSG Diprediksi Kembali Menguat, Perhatikan Saham Ini
“Kalau kita lihat, rupiah sebelumnya sempat di atas Rp 15.000, dan kemudian terus menguat ke level Rp 14.700. Kalau kita pikir secara umum rupiah cukup terbantu dengan inflow dana asing yang bergerak masuk ke pasar kita,” ucap Hans Kwee dalam dialog di IDX Channel, Senin (22/8/2022).
“Sehingga hal ini menyebabkan pasar kita cukup kuat posisinya, dan terjadi penguatan nilai tukar Rupiah sendiri,” sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut Hans Kwee juga mengatakan, minat investor asing untuk masuk ke pasar saham Indonesia juga dinilai masih tinggi. Setidaknya terdapat 3 alasan.
Pertama, Indonesia mendapatkan berkah dari adanya konflik Rusia-Ukraina.
Adanya perang membuat pasar Eropa mengalami gangguan ataupun berpotensi memiliki risiko besar, sehingga para investor beralih ke negara Emerging Market , salah satunya Indonesia.
Sebagai informasi, Emerging Market adalah negara yang tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, industrialisasi, dan modernisasi. Namun negara tersebut bukanlah negara maju.
Baca juga: IHSG Diprediksi Tembus 7.600, Berikut Strategi Investasi agar Cuan Maksimal
“Perang Ukraina-Rusia menyebabkan sekitar 20 persen dana itu keluar dari Eropa, dan mereka bergerak ke emerging market dan salah satunya masuk ke Indonesia,” papar Hans Kwee.
Kedua, Indonesia juga diuntungkan dengan kenaikan harga komoditas yang sangat tinggi akibat gangguan pandemi Covid dan konflik geopolitik di Eropa.
Di mana, hal tersebut mengganggu supply chain dan menyebabkan harga komoditas tinggi. Yang kemudian para investor bergerak ke negara-negara komoditas.
Dan yang ketiga, inflasi di Indonesia terbilang cukup terkendali. Dan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Asing lainnya.
“Kita juga mengalami surplus neraca perdagangan yang menyebabkan rupiah kita cukup kuat. Ini yang menyebabkan faktor-faktor dana asing yang masuk ke Indonesia,” jelas Hans Kwee.
“Inflasi yang terkendali karena subsidi yang diberikan pemerintah,” pungkasnya.