Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pakar Nilai Opsi Naikkan Harga BBM Subsidi Bukan Pilihan Tepat, Ini Alasannya

Fahmy menuturkan ketika kenaikan Pertalite mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Pakar Nilai Opsi Naikkan Harga BBM Subsidi Bukan Pilihan Tepat, Ini Alasannya
Istimewa
Pengisian BBM di SPBU Pertamina. Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radi menilai kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar akan mendongkrak angka inflasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radi menilai kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar akan mendongkrak angka inflasi. 

Menurutnya, beban APBN untuk subsidi energi memang semakin membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun. 

Angka itu bahkan bisa mencapai Rp600 triliun jika melebih kuota Pertalite yang ditetapkan sebanyak 23 ribu kiloliter akhirnya jebol.

Baca juga: Energy Watch: Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Bukan Solusi Utama, Tapi Pembatasan

"Opsi kenaikan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Alasannya, kenaikkan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut inflasi," kata Fahmy, Senin (22/8/2022).

Fahmy menuturkan ketika kenaikan Pertalite mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen yoy.

Inflasi sebesar itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.

BERITA TERKAIT

"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu, pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun 2022 ini," ujarnya.

Baca juga: Bravo Polri! Sebanyak 49 Penyelewengan BBM Subsidi Ditindak Tegas

Alih-alih menaikkan Pertalite dan Solar, Fahmy menyarankan agar pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60 persen tidak tepat sasaran. 

Menurutnya, strategi dengan memanfaatkan aplikasi MyPertamina tidak akan efektif dalam upaya penyaluran BBM bersubsidi pada masyarakat yang berhak. 

Selain tidak menyelesaikan problem tepat sasaran, pengunaan aplikasi tersebut bisa menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 cc ke bawah yang berhak mengunakan BBM subsidi. 

Oleh sebab itu, Fahmy mengusulkan pemerintah menetapkan kriteria pengguna BBM bersubsidi.

"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar. Di luar sepeda motor dan kendararan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU," tegasnya.

Baca juga: Luhut Sebut Jokowi akan Umumkan Penyesuaian Harga BBM, Bagaimana Stok Pertalite? Ini Kata Pertamina

Fahmy menambahkan pemerintah perlu segera menyediakan payung hukum dan mengambil langkah yang tepat terkait penggunaan BBM bersubsidi .

"Untuk itu, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Perpres No 191/ 2014 sebagai dasar hukum. Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," pungkasnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyatakan pembatasan pengguna pertalite bisa dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. 

“Ini menjadi lebih smooth dibandingkan dengan harus menaikkan harga, tetapi pemerintah harus tegas bagaimana kriterianya. Kalau tidak tegas masih abu abu, akan jebol juga “ ucap Mamit. 

Misalnya, hanya kendaraan berplat kuning atau dengan surat rekomendasi khusus yang bisa ‘minum’ BBM bersubsidi, maupun kriteria lainnya. 

Kemudian pemerintah juga diminta waspada dan menyiapkan langkah jika ada penolakan di masyarakat.

Baca juga: Menanti Pengumuman Jokowi Soal Kenaikan Harga BBM Subsidi, DPR : Jangan Gegabah, Rakyat Lagi Susah

“Terkait isu sosial, pasti ada penolakan, sekarang saja sudah ada riak riak menolak. Bagaimana pemerintah bisa menahan gejolak sosial sehingga tidak berdampak luas terhadap perekonomian, itu perlu dijaga dan dipersiapkan oleh pemerintah bagaimana cara mengatasinya,” jelas Mamit. 

Sebelumnya, dua menteri koordinator berbeda suara soal rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. 

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusannya bakal diumumkan Jokowi minggu depan tetapi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kemudian menyampaikan belum ada kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas