Pengamat : Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Bisa Dicegah Jika Pemerintah Mau Kurangi Impor
Antisipasi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan akan impor BBM terbilang sangat rendah.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tumiran menilai pemerintah bisa mencegah kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jika sejak awal bersungguh-sungguh mengurangi ketergantungan impor.
Menurutnya, antisipasi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan akan impor BBM terbilang sangat rendah, padahal saat dirinya menjadi anggota Dewan Energi Nasional sudah mempersiapkan antisipasi mengurangi ketergantungan akan impor BBM.
"Namun hingga saat ini tak ada upaya signifikan dari Kementerian ESDM. Upaya antisipasi mengurangi impor BBM harusnya dilakukan 3 tahun yang lalu. Mengurangi ketergantungan impor ini wajib dilakukan karena Indonesia sudah menjadi net importir minyak," ujar Tumiran dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).
Baca juga: Anggota Komisi VII DPR : Harga Minyak Dunia Sudah Turun, Tak Ada Alasan Menaikkan Harga BBM Subsidi
Ia mencontohkan, lambatnya transisi penggunaan mobil listrik di Indonesia. Bahkan industri otomotif Indonesia berbasis BBM masih terus ditingkatkan kapasitasnya. Dengan tingginya industri otomotif berbasis BBM ini dinilai Tumiran menjadi salah satu biang kerok kenaikan konsumsi BBM subsidi di Indonesia.
Daripada sibuk impor BBM, menurut Tumiran seharusnya Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian bisa investasi beberapa triliun untuk penggembangan mobil listrik guna kurangi ketergantungan impor BBM.
"Harusnya Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian membuat roadmap dan aksi nyata konversi mobil BBM ke listrik ini. Dengan mengurangi produksi mobil berbasis BBM dan mempercepat produksi kendaraan listrik," imbuh Tumiran.
Menurutnya, percepatan penggunaan dan produksi kendaraan listrik dalam negeri harus ada aksi nyatanya agar bisa tumbuh. Ketergantungan impor energi juga terjadi di LPG.
Menurut data yang dimiliki Tumiran, konsumsi LPG di Indonesia 70 persen masih mengandalkan impor.
Kementerian ESDM beberapa waktu yang lalu melalui Menteri BUMN Erick Thohir sudah mendorong percepatan transisi untuk menggunakan kompor induksi listrik.
"Seharusnya bisa menggunakan kompor listrik. Dengan menggunakan kompor listrik akan mengurangi impor LPG. Dan dampaknya dapat mengurangi pengeluaran Kementerian ESDM untuk subsidi LPG," ucap Tumiran.
Baca juga: Isu Naiknya Harga BBM Bersubsidi Mencuat, Jokowi: Harus Diputuskan dengan Hati-hati
Untuk mewujudkan konversi ini Kementerian ESDM harus memperbaiki struktur pelanggan listrik di Indonesia.
Menurut Tumiran Kementerian ESDM bisa menghapuskan pelanggan listrik 450 VA dan mengganti menjadi 2200 VA. Nantinya masyarakat miskin yang selama ini menggunakan listrik 450 VA bisa mendapatkan subsidi langsung dari Pemerintah.
Jika konversi mobil BBM dan kompor induksi berjalan maka akan membuat kebutuhan listrik meningkat. Meningkatnya kebutuhan ini Tumiran percaya industri listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) juga akan berkembang.
Saat ini yang terjadi listrik EBT dipaksa masuk, sementara PLN over suplay. Tentu suplay listrik EBT tak akan bisa diterima oleh PLN.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar pada pekan depan.
Luhut mengungkapkan, harga BBM subsidi yang saat ini sudah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.
"Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," katanya dalam Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Jumat (19/8/2022).