Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 3,75 Persen, Ini Sejumlah Dampaknya Kata Analis
Tingkat inflasi terus terakselerasi seiring dengan harga pangan dan energi yang melonjak, menyebabkan BI dengan cepat menaikan suku bunganya.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuannya atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, Bank Indonesia tampaknya prudent sebelumnya dalam memutuskan kebijakan moneternya.
"Namun, tingkat inflasi yang terus terakselerasi seiring dengan harga pangan dan energi yang melonjak, menyebabkan BI dengan cepat menaikan suku bunga. Kalau kita perhatikan tingkat inflasi pangan pada Juli lalu, pertumbuhan cukup kencang ke level di atas 9 persen, sedangkan tingkat inflasi hanya di level 5 persen," ujar dia melalui risetnya, Rabu (24/8/2022).
Baca juga: 17 Bulan ditahan, Kini BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Ekonom : Tanda Harga BBM Subsidi Segera Naik
Nico menyebut hal ini menunjukan harga pangan di dalam negeri sudah terakselerasi di level yang cukup besar dan cepat.
"Hal ini dilakukan untuk menjangkar pergerakan inflasi agar tidak bergerak semakin liar. Apalagi disinyalir harga bahan bakar dalam negeri jenis Pertalite pekan ini atau nanti akan mengalami kenaikkan," katanya.
Karena itu, kenaikan suku bunga dinaikan BI terlebih dahulu sebagai aksi pre-emptive dan forward looking dalam mengantisipasi kenaikan inflasi inti, meskipun ada harga yang harus dibayar.
Adapun dampak kenaikan suku bunga acuan BI, Nico menjabarkan beberapa poin.
Pertama, dari sisi tingkat konsumsi berpotensi mengalami penurunan sebab adanya pelemahan daya beli masyarakat, sehingga masyarakat cenderung akan mengerem konsumsi yang sifatnya sekunder mengingat biaya yang dikeluarkan cenderung meningkat.
"Dalam hal ini konsep prioritas akan berperan penting dalam tata kelola konsumsi," kata Nico.
Kedua, dari sisi tingkat nilai investasi akan terlihat menurun dengan kenaikan suku bunga tersebut, di mana investor cenderung akan melepas aset berisiko seperti saham.
Adapun secara jangka pendek, kenaikan suku bunga memang berpotensi menarik aliran dana asing masuk ke dalam negeri sebab spread BI7DRR yang kembali melebar dengan Fed Fund Rate (FFR).
Hal tersebut akan menarik minat investor asing yang juga tentunya disertai tingkat risiko sovereign yang premium sebagai emerging market.
Baca juga: Harga Pertalite dan Solar Naik, Ekonom Prediksi Inflasi Akan Melonjak di Atas 7 Persen
"Hal ini juga dampaknya terhadap stabilitas pergerakan nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya," tutur Nico.
Ketiga, dari sisi kinerja industri yang tentunya terdampak besar dengan kenaikan suku bunga sebab artinya ada kenaikan biaya modal, sehingga beban industri akan meningkat dan tentunya menggerus kinerja keuangan.
Industri yang saat ini gencar melakukan ekspansi pun bisa berpikir ulang, dan hal ini pun dinilai akan menghambat laju pemulihan ekonomi.
Namun, dengan potensi kenaikan suku bunga lanjutan di sisa tahun ini, justru saat ini masih menjadi momentum untuk ekspansi sebelum biaya modal makin meningkat.
Nico menambahkan, ekspektasi inflasi tentunya meningkat dengan adanya potensi kenaikan harga BBM Pertalite, sehingga beban yang dikeluarkan semakin memberatkan.
"Kami melihat bahwa BI sekali lagi membuktikan lebih berat mempertimbangkan kondisi domestik dalam menentukan kebijakan moneternya, ketimbang ikut-ikutan bank sentral lain yang sudah menaikan suku bunga. Fundamental ekonomi yang cukup kuat dalam menahan tekanan eksternal tentunya menjadi pertimbangan utama dalam menaikan suku bunga," pungkasnya.