Tingginya Harga Jagung Internasional Jadi Salah Satu Faktor Harga Telur Melesat, Ini Saran Pengamat
Sementara tingkat konsumsi tahunannya diperkirakan melebihi 12 juta ton. Selisih antara produksi domestik dan kebutuhan ini dipenuhi dengan impor.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengatakan, kenaikan harga telur yang terjadi selama hampir sepekan ini, salah satunya disebabkan oleh tingginya harga jagung internasional.
Menurutnya, jagung merupakan bahan utama pakan ternak, khususnya untuk ayam petelur.
“Kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih membutuhkan impor karena pasokan domestik belum mencukupi kebutuhan ini. Sayangnya impor jagung pakan ternak masih restriktif karena hanya terbuka untuk BUMN dengan Angka Pengenal Impor Umum (API-U),” ucap Azizah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/8/2022).
Berdasarkan data Food Monitor yang dihimpun CIPS dari United States Department of Agriculture (USDA), rata-rata produksi jagung Indonesia 2015-2020 hanya mencapai 11,5 juta ton.
Baca juga: Bukan Bansos, Ini Penyebab Harga Telur Ayam di Atas Rp 30.000 Per Kg, Mendag Harus Benahi Tata Niaga
Sementara tingkat konsumsi tahunannya diperkirakan melebihi 12 juta ton. Selisih antara produksi domestik dan kebutuhan ini dipenuhi dengan impor.
Azizah kembali melanjutkan, ketersediaan dan harga sebuah komoditas tidak hanya bergantung pada kuantitas produksi.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan dan harga jagung antara lain produksi jagung yang tidak stabil sepanjang tahun.
Secara umum terdapat tiga kali musim tanam jagung di Indonesia, yaitu pada Oktober-Februari, Maret-Juni dan Juli-September.
“Hampir setengah produksi jagung nasional dihasilkan pada musim tanam pertama yang bertepatan dengan musim penghujan. Musim tanam kedua dan ketiga masing-masing hanya menyumbang 37 dan 14 persen produksi,” papar Azizah.
Sayangnya, Permendag 25/2022 (Perubahan atas Permendag 20/2021) hanya memperbolehkan BUMN dengan API-U untuk mengimpor jagung pakan ternak.
Seharusnya, lanjut Azizah, pemenuhan kebutuhan jagung perlu didukung dengan membuka lisensi impor untuk pihak swasta.
Membuka keran impor bagi swasta untuk jagung pakan ternak sebaiknya dipertimbangkan pemerintah untuk mengatasi dan menstabilisasi naiknya harga jagung.
Baca juga: Harga Rata-Rata Telur Ayam Secara Nasional Rp31.000 per Kg, di Papua Tembus Rp39.000
Berdasarkan catatan CIPS, pada 2021, kenaikan harga jagung untuk pakan ternak sendiri sudah tembus 28,1 persen dibandingkan tahun 2020.
Azizah mengatakan, karena telur ayam merupakan sumber protein utama di Indonesia, harga yang tinggi tentu akan mempengaruhi konsumsi protein, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sehingga, pembebasan impor jagung memungkinkan produksi komoditas yang lebih efisien.
“Indonesia, yang kurang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi jagung, dapat mengimpornya dengan harga lebih rendah,” ucap Azizah.
“Hal ini akan menurunkan biaya produksi ayam sehingga menguntungkan tidak hanya pihak produsen ayam tetapi juga konsumen, terutama yang berpenghasilan rendah, dengan akses kepada ayam dan telur yang lebih murah,” pungkasnya.