Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga BBM Naik, Pengamat: Aturan Soal UMR Harus Segera Direvisi

Karena menurut Berly realokasi subsidi BBM secara historis akan meningkatkan inflasi khususnya sembako dan makanan.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Harga BBM Naik, Pengamat: Aturan Soal UMR Harus Segera Direvisi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa dari berbagai elemen buruh melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Kompleks Parlemen, Jakarta,. Senin (7/2/2022). Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak(BBM) jenis pertalite, solar dan pertamax berimbas kepada naiknya harga komoditi seperti sembako dan lainnya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak(BBM) jenis pertalite, solar dan pertamax berimbas kepada naiknya harga komoditi seperti sembako dan lainnya.

Sektor transportasi publik juga tidak luput dari imbas tersebut.

Terkait hal itu Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menilai sudah saatnya ada revisi mengenai Upah minimum Regional (UMR) di PP Nomor 36 Tahun 2021.

Karena menurut Berly realokasi subsidi BBM secara historis akan meningkatkan inflasi khususnya sembako dan makanan.

Baca juga: Cara Ajukan BLT BBM Rp 600 Ribu Melalui Aplikasi Cek Bansos

"Nelayan misalnya yang dalam proses mencari ikan menggunakan solar, perlu perlindungan dan bantuan khusus sehingga tidak kehilangan mata pencariannya. Revisi mengenai aturan upah juga harus dipikirkan," kata Berly dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Selasa(6/9/2022).

Berly juga menambahkan bahwa rencana kenaikan harga transportasi publik perlu dihitung seksama secara supaya tidak terlalu tinggi dan melebihi kenaikan biaya operasi terlalu tinggi. Formula kenaikan juga perlu direvisi sehingga setidaknya setara dengan inflasi untuk melindungi daya beli pekerja.

"Juga perbaikan transportasi publik di wilayah urban dan perlunya ditetapkan kerja dan kuliah dari rumah setidaknya 40 persen atau dua hari seminggu untuk mengurangi penggunaan BBM dan emisi karbon dalam jangka menengah," ujar Berly.

Berita Rekomendasi

Berly juga menilai pemanfaatan BBM bersubsidi selama ini tidak sesuai prinsip keadailan. Kebijakan pemerintah mensubsidi harga BBM untuk membantu masyarakat tidak mampu. Namun fakta di lapangan tidak demikian.

"Konsumsi BBM didominasi oleh masyarakat mampu, di mana 80% pertalite dan 95% solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu sehinga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan," kata Berly.

Berly menyampaikan hal itu merespons keputusan pemerintah menyesuaikan harga BBM. Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah harus membuat penyesuaian harga BBM.

Pemulihan ekonomi setelah Covid-19 reda dan invasi Rusia ke Ukraina mendorong kenaikan harga minyak dunia sehingga melebihi USD100 per barel sejak Mei 2022.

Kompensasi yang dianggarkan di APBN 2022 sebesar Rp18,5 triliun tidak cukup untuk menjaga harga solar dan pertalite.

Baca juga: Demo Besar Tolak Kenaikan Harga BBM Bukan di Depan Istana Negara Tapi di DPR, Ini Tujuan Buruh

Melalui Perpres 98/2022, alokasinya pun ditambah menjadi Rp252,4 triliun. Namun ternyata masih tidak mencukupi sehingga diperkirakan perlu tambahan anggaran untuk subsidi BBM sebesar Rp195,6 T sampai akhir tahun 2022.

"Anggaran kompensasi BBM sebesar Rp448,1 triliun mendekati 15% dari APBN 2022 alias melebihi semua katagori belanja lain kecuali pendidikan. Padahal dari tiga fungsi APBN yaitu stabilisasi, distribusi dan alokasi, maka tidak tepat bila fungsi stabilitasi, dalam konteks ini harga solar dan pertalite ketika harga minyak global meroket, mengalahkan dua fungsi lainnya," ujar Berly.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas