Harga BBM Naik, Ekonom: Kebijakan Terkait Energi Perlu Penataan
Bhima melihat golongan masyarakat yang harusnya mendapat subsidi BBM dirasa masih belum jelas jika diliat dalam definisi kaya dan miskin
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai energy policy atau kebijakan terkait energi di Indonesia perlu penataan kembali.
Hal tersebut ia katakan terkait dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam rangka mengurangi subsidi.
“Saya rasa sembilan tahun pemerintah kok tidak lakukan banyak hal penataan-penataan terhadap subsidi energi dan juga pengalihannya ke mana. Ini yang kita lihat pemerintah serius atau tidak dalam mengatasi energi ini,” ujar Bhima saat jadi narasumber dalam diskusi daring bertajuk Sikap Publik terhadap Pengurangan Subsidi BBM, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: DPR Minta Kelompok Masyarakat Miskin Baru Segera Didata Agar Mendapat Bansos BBM
Lebih lanjut, ada dua hal yang harus diperhatikan dan dirasa Bhima harus diperbaiki oleh pemerintah jika hendak menata kembali energy policy. Adapun dua hal tersebut terkait dengan calon kelas menengah dan transportasi publik.
Bhima melihat golongan masyarakat yang harusnya mendapat subsidi BBM dirasa masih belum jelas jika diliat dalam definisi kaya dan miskin yang ditetapkan pemerintah.
“Kalau kita lihat konteks masyarakat masih ada yangg disebut aspiring middle class. Tidak tergolong miskin, tapi kalau mampu-mampu sekali juga tidak,” jelas Bhima.
“Kalau kita mau benahi masalah BBM, definisikan ini bahwa yang rentang miskin itu berhak dapat subsidi BBM,” tambahnya.
Kemudian, naiknya harga BBM ini juga berdampak pada transportasi publik yang saat ini dirasa Bhima masih belum jadi pilihan utama masyarakat. Ditambah lagi karena sistemnya yang belum terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Sebenarnya kita kalau transportasi publiknya nyaman, orang oke-oke saja dan terintegerasi misalnya dari rumah ke kantor full transport publik. Tapi sekarang seolah-olah pilihan itu tidak tersedia, orang disuruh mengurangi konsumsi BBM, kemudian disruh beralih ke transportasi publik, tapi transportasi publik enggak realible,” kata Bhima.
Baca juga: Peneliti CSIS: Pemerintah Harus Konsisten Jika Naikkan Harga BBM
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM subsidi.
Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter. Solar Subsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter. Kemudian Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.
Harga ini mulai berlaku sejak Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB.