Panenan Jagung di Prancis Memburuk Akibat Kekeringan Lahan
Cuaca buruk dilaporkan telah mengurangi hasil panen pada hampir semua tanaman sejak tahun lalu di Prancis.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Petani Prancis memanen tanaman jagung terkecil mereka dalam lebih dari tiga dekade, menyusul bencana kekeringan terburuk dalam setidaknya 500 tahun yang melanda benua itu.
Menurut laporan dari Kementerian Pertanian negara itu, produksi biji-bijian pokok Prancis yang digunakan untuk memberi makan ayam dan babi akan turun 25 persen menjadi 11,6 juta ton, ini merupakan angka terendah sejak 1990.
Dikutip dari Russia Today, Senin (19/9/2022), cuaca buruk dilaporkan telah mengurangi hasil panen pada hampir semua tanaman sejak tahun lalu, selain dari biji minyak.
"Tidak ada wilayah yang terhindar dari penurunan hasil," kata kementerian itu.
Ukuran hasil panen jagung yang lebih kecil di Prancis, yang selama ini merupakan salah satu kelas berat pertanian di Eropa, dapat mendorong kenaikan harga pangan lebih tinggi lagi.
Hasil panen yang buruk turut dialami ladang di Jerman dan Rumania, produsen utama Uni Eropa (UE) lainnya yang juga mengalami kekeringan.
Baca juga: Tingginya Harga Jagung Internasional Jadi Salah Satu Faktor Harga Telur Melesat, Ini Saran Pengamat
Menurut laporan dari Strategie Grains yang berbasis di Prancis, panen gandum UE juga akan berkurang tahun ini.
Badan tersebut memperkirakan panen gandum pada 2022 hingga 2023 mencapai sekitar 124,1 juta ton, dibandingkan 129,8 juta ton pada 2021 hingga 2022.
Ini juga menurunkan perkiraannya untuk total panen biji-bijian sebesar 2,5 juta ton dari perkiraan Agustus 2022, menjadi 264,6 juta ton, yaitu 25,7 juta ton lebih rendah jika dibandingkan tahun 2021.
Baca juga: Surplus Jagung 3 Juta Ton, Indonesia Akan Ekspor ke Filipina
Badan tersebut mencatat bahwa sebagian besar harga biji-bijian telah jatuh dan biaya produksi yang tinggi dapat membuat penurunan ini tidak signifikan.
Harga dalam beberapa bulan mendatang akan tergantung pada kemungkinan resesi UE yang dapat menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam permintaan, serta kemungkinan peningkatan ekspor biji-bijian dari Ukraina.