Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

The Fed Naikkan Suku Bunga 75 Basis Poin, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi Indonesia?

Indeks kepercayaan konsumen di Indonesia juga mulai meningkat, sehingga optimisme kebangkitan ekonomi juga muncul.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in The Fed Naikkan Suku Bunga 75 Basis Poin, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi Indonesia?
Ledger Insights
Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve. The Fed telah memutuskan menaikkan suku bunga acuannya 75 basis poin menjadi 3 persen sampai 3,25 persen. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - The Federal Reserve atau The Fed telah memutuskan menaikkan suku bunga acuannya 75 basis poin menjadi 3 persen sampai 3,25 persen.

Lantas bagaimana dampak terhadap ekonomi Indonesia atas kenaikan suku bunga The Fed?

Senior ekonom Bank DBS Indonesia Radhika Rao menilai, kebijakan The Fed ini akan berdampak ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Namun, Radhika menilai ekonomi Indonesia yang sudah pulih usai pandemi, maka dampaknya tidak terlalu besar dari kenaikan suku bunga The Fed.

Baca juga: Kenaikan Suku Bunga The Fed Bikin Rupiah Melemah Menjadi Rp15.035 per Dolar AS

“Apa yang terjadi di AS juga akan berdampak ke Tanah Air. Dalam hal pandangan global, kami melihat ekonomi Indonesia mulai pulih. Di mana mobilitas, seperti masyarakat yang mulai ke kantor, ke sekolah, dan pariwisata yang bergeliat mendorong optimisme,” kata Radhika di Kantor BDS Bank, yang dikutip dari Kompas, Kamis (22/9/2022).

Menurutnya, indeks kepercayaan konsumen di Indonesia juga mulai meningkat, sehingga optimisme kebangkitan ekonomi juga muncul.

Sementara negara berkembang mengalami masalah supply chain, Indonesia justru diuntungkan dari sektor komoditi. Pun demikian sektor manufaktur yang mulai bangkit.

BERITA REKOMENDASI

“Data perdagangan Agustus memperkuat pandangan DBS Group Research bahwa tahun 2022 akan menandai tahun kedua berturut-turut surplus transaksi berjalan. Ini menjadi pertanda baik bagi stabilitas eksteral dan prospek mata uang,” kata Radhika.

Memasuki tahun 2023, penurunan harga komoditas dan peningkatan impor seiring dengan pulihnya permintaan domestik diperkirakan akan mendorong defisit tipis neraca transaksi berjalan.

“Pasar obligasi mulai menunjukkan arus yang keluar, sementara kinerja ekuitas yang melampaui pasar menarik minat investor. Investasi asing meningkat secara stabil, dan ini diharapkan menjaga kelancaran neraca pembayaran secara keseluruhan tetap terkendali,” ucap dia.

Secara global, beberapa sentimen lain seperti kebijakan net zero Covid-19 di China juga mempengaruhi pasar Asia. China banyak melakukan lockdown di beberapa daerah sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu itu.

“Pertumbuhan ekonomi China yang melambat, ditambah masalah geopolitik Rusia dan Ukraina juga perlu menjadi perhatian, karena bisa menyebabkan masalah pasokan,” kata dia.

Baca juga: Ikuti Jejak The Fed, Bank Indonesia Akhirnya Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 4,25 persen


Sementara itu, Head of Trading Treasury and Market, DBS Bank Ronny Setiawan mengatakan The Fed masih akan berpotensi menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun hingga 4,5 persen.

Dia mengatakan, di pasar global Indeks S&P 500 seluruhnya sudah mengalami penurunan kecuali sektor energi.

“IHSG kita konsentrasinya banyak di komoditi dan perbankan. Jadi, so far kalau kita lihat, IHSG kita positif ya, dan belum ada dampak dari kenaikan suku bunga The Fed. Ekonominya kita tidak buruk ya, selama GDP-nya positif jadi sebenarnya orang masih menghasilkan profit,” kata dia. (Kiki Safitri/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas