Nilai Yuan Catatkan Penurunan, Jadi yang Terlemah Dalam 14 Tahun Terakhir
Kemerosotan ini lantas membuat nilai tukar Yuan pada perdagangan Selasa (27/9/2022) melemah menjadi 7.1628 per dolar AS.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Penguatan dolar AS imbas pengetatan moneter The Fed pada pekan lalu telah mendorong jatuh nilai tukar yuan China, hingga mendekati level terlemah dalam 14 tahun terakhir atau pada 2008.
Kegagalan Yuan melawan Greenback menjadikan mata uang ini mengalami pelemahan yang cukup signifikan, di mana selama sebulan terakhir Yuan telah kehilangan sekitar 4 persen sementara dalam sepanjang tahun ini, yuan merosot nyaris 13 persen.
Kemerosotan ini lantas membuat nilai tukar Yuan pada perdagangan Selasa (27/9/2022) melemah menjadi 7.1628 per dolar AS.
Sebelum mengalami penurunan bank sentral China (People's Bank of China atau PBoC) telah lebih dulu mengambil beberapa kebijakan untuk meningkatkan pertahanan mata uangnya, namun sayangnya cara tersebut tidak banyak membantu menghentikan depresiasi Yuan.
Baca juga: China Sepakat Bayar Gas Rusia dalam Yuan dan Rubel
Justru mata uang asal negeri tirai bambu ini kian mengalami kemerosotan parah, khawatir kondisi ini makin membuat nilai Yuan kian tak berharga diantara mata uang lainnya membuat PboC akhirnya memutuskan untuk menaikan risk reserve requirement ratio menjadi 20 persen dari sebelumnya nol persen.
Kebijakan ini ditujukan untuk institusi finansial yang akan membeli valuta asing melalui kontrak forward pada Rabu (28/9/2022).
Dengan cara tersebut nilai Yuan dalam negeri perlahan mulai terangkat ke zona hijau, mengutip dari Bloomberg.
Berbanding terbalik dengan Yuan yang saat ini tengah mengalami pelemahan, nilai Dolar justru terlihat perkasa sejak pekan lalu.
Indeks yang mengukur kekuatan Dolar AS ini pada perdagangan Senin (26/9/2022) naik 0,8 persen ke 114,02 yang merupakan level tertinggi sejak Mei 2002.
Kondisi akan terus terjadi selama The Fed terus mengerek naik suku bunga acuannya dengan tujuan untuk mengerek turun laju inflasi Amerika di level 2 persen.
Meski sikap agresif The Fed perlahan telah berhasil menurunkan laju inflasi, namun pengetatan moneter ini telah membuat mata uang lainya anjlok hingga memicu hancurnya perdagangan pasar global yang tidak memperdagangkan mata uang Dolar.