Sentimen Negatif The Fed Buat Indeks S&P 500 Anjlok ke Level Terendah Dalam 2 Tahun
Pengetatan moneter yang dilakukan Bank Sentral The Fed pada pekan lalu, perlahan mendorong turun pergerakan indeks S&P 500
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Pengetatan moneter yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat The Fed pada pekan lalu, perlahan mendorong turun pergerakan indeks S&P 500 hingga jatuh ke level terendah dalam dua tahun.
Dimana pada penutupan perdagangan saham Selasa (27/9/2022) Reuters mencatat indeks saham S&P 500 telah kehilangan 7,75 poin, atau 0,21 persen menjadi 3.647,29.
Angka ini jadi yang terendah sejak 30 November 2020, setelah enam sesi berturut – turut 7 dari 11 sektor utama S&P 500 terus mencacatkan penurunan nilai.
Dengan sektor kebutuhan pokok konsumen dan utilitas yang memimpin kerugian dengan masing-masing merosot 1,76 persen dan 1,7 persen.
Baca juga: Rupiah Spot Pagi Ini Dibuka Melemah, Masih Dipengaruhi Kenaikan Suku Bunga The Fed
Tak hanya itu sejumlah indeks saham seperti Indeks Dow Jones Industrial Average juga ikut merosot sebanyak 125,82 poin atau 0,43 persen, hingga sahamnya terpangkas 29.134,99 poin.
Penurunan sejumlah saham ini mulai terjadi imbas adanya pengetatan moneter yang dilakukan The Fed dengan menaikan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan di akhir September, sama seperti kenaikan suku bunga di Agustus lalu.
Meski begitu kenaikan suku bunga diluar ekspektasi investor ini telah membuat sektor perdagangan saham bergejolak, lantaran sebelumnya para investor kompak memprediksi hawkish sebanyak 50 bps.
Namun demi mempercepat penurunan laju inflasi The Fed nekat menarik sikap agresifnya lebih tinggi, hal tersebut yang perlahan membuat para investor mulai melakukan aksi jual massal saham dan mulai beralih ke sejumlah aset safe haven yang lebih menjanjikan seperti Dolar, demi menghindari pembengkakan kerugian di tengah gejolak inflasi
“Orang-orang khawatir tentang Federal Reserve, arah suku bunga, kesehatan ekonomi, dan juga beberapa minggu ke depan dengan musim pendapatan yang akan datang dan perusahaan melaporkan pendapatan yang lebih rendah dari perkiraan." jelas Robert Pavlik, Manajer Portofolio Senior di Dakota Wealth di Fairfield.