Depenas SBNI Siap Jawab Tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Implementasikan Nilai-nilai Pancasila
menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 yang semakin maju dan berkembang, buruh dituntut adaptif dengan mengembangkan soft skils
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (Depenas) Serikat Buruh Nasional Indonesia (SBNI) M Yusro Khazim menegaskan pihaknya siap menjawab tantangan zaman melalui reorientasi gerakan buruh menuju digitalisasi industri.
Menurutnya menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 yang semakin maju dan berkembang, buruh dituntut adaptif dengan mengembangkan soft skils, berpikir kreatif, dan berpikir kritis.
Selain itu, kata dia, penanaman nilai-nilai Pancasila dalam semangat buruh menjadi sebuah keharusan.
Baca juga: Sabam Sirait Dikenang Sebagai Pejuang Demokrasi dan Pelopor Pergerakan Kaum Buruh Masa Orde Baru
"SDM dipersiapkan bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan memperjuangkan cita-cita buruh yang besar seperti terlibat memiliki saham perusahaan tempatnya bekerja,” kata Yusro diskusi publik bertema Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Gerakan Buruh Indonesia yang digelar Depenas SBNI di Coffe Toffe Margonda, Depok, dilansir, Sabtu (1/10/2022).
Diketahui diskusi yang digelar Jumat (30/9/2022) tersebut diisi sejumlah narasumber, di antaranya Prof Yudhie Haryono selaku Direktur Nusantara Center, Ketua Umum Serikat Pegawai Surveyor Indonesia (SPASI) Andito, dan Ketua Umum SBNI Yusro Khazim.
Diskusi pun dihadiri DEPENAS SBNI, Buruh dan Serikat Pekerja se-Jabodetabek.
Direktur Nusantara Center Prof Yudhie Haryono menjelaskan, dengan adanya kepemilikan saham perusahan tempatnya bekerja, buruh akan mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan, yang pada gilirannya memperjuangkan kesejahteraan bersama.
Yudhie juga merekomendasikan agar pendidikan formal dan informal bagi para buruh segera dihadirkan.
Baca juga: Kuatkan Ekonomi Indonesia, Dunia Usaha Didorong Akselerasi Transformasi Industri 4.0
Hal ini menurutnya penting dalam pergerakan buruh.
"Maka, SBNI harus membuat Sekolah Perburuhan Nasional agar membuat solusi dari masalah yang ada, membuat kurikulum tentang perburuhan, agar paradigma negatif tentang buruh itu tidak ada," kata Yudhie Haryono.
Dalam kesempatan yang sama, pegiat perburuhan Adhi Darmawan mengungkap berdasarkan survey Centre for Strategic and International Studies (CSIS), masalah ketenagakerjaan menduduki peringkat tertinggi kedua di antara masalah lain, seperti kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan.
Hal ini disebabkan minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia.
"Masalah lapangan pekerjaan juga menjadi isu yang harus diselesaikan, dengan data 9 juta pekerja migran, menjelaskan bahwa lapangan kerja di Indonesia itu kurang luas, dan pada akhirnya kesejahteraannya menjadi masalah," kata Adi.
Sementara itu, Ketua Umum SPASI Andito menyampaikan, dalam menjawab masalah ketenagakerjaan, tentunya perlu selaras dengan peningkatan kapasitas skill para buruh.
Sebab, semakin intensifnya transformasi digital tentu akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan talenta di tanah air.
Baca juga: Bertemu Presiden Jerman, Jokowi Tekankan Pentingnya Kerjasama Industri 4.0
Saat ini, rata-rata buruh di tanah air didominasi pekerja di bidang manufaktur, pertanian, pertambangan, dan konstruksi.
“Sebelum Covid, hanya 12 persen pekerja yang masuk serikat pekerja atau buruh, karena itu solusinya adalah buruh atau serikat buruh harus move on dari pola pikir perubahan atau gerakan buruh yang konvensional seperti mobilisasi massa dan lain lain, solusinya upgrade kapasitas buruh,” ujar Andito.