Ekonomi Global Terancam Resesi, LPS Soroti Berbagai Tantangan Sektor Perbankan
Di tengah ketidakpastian global dan ekonomi yang masih tinggi, LPS terus menyoroti berbagai tantangan ke depan bagi sektor perbankan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian global saat ini dihadapkan ketidakpastian dan kemungkinan terjadinya resesi akibat dari persoalan geopolitik, meningkatnya inflasi, hingga krisis sumber daya energi.
Peran dari masing-masing pemangku kebijakan terkait, termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menentukan arah pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, bahwa LPS telah melaksanakan amanatnya untuk menjaga simpanan nasabah serta menjadi bukti bahwa simpanan nasabah aman dijamin oleh LPS.
Baca juga: Resesi Global Hambat Pemulihan Ekonomi Indonesia, Para Pemimpin Negara Sedang Bertarung
LPS sebagai lembaga yang berperan besar dalam membantu stabilitas sistem keuangan akan terus bertransformasi mengembangkan fungsi LPS ke arah risk minimizer dalam sistem keuangan setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Menurut Purbaya, beberapa penguatan mandat tersebut antara lain, LPS dapat melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas bank.
Kemudian, LPS juga dapat melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan penyelamatan bank selain bank sistemik yang dinyatakan sebagai bank gagal dengan mempertimbangkan berbagai hal.
Di antaranya, kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan bank, kebutuhan waktu penanganan, ketersediaan investor, dan atau efektivitas penanganan permasalahan bank serta tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cost test).
Baca juga: Apa Itu Resesi? Dunia Gelap yang Mengancam Tahun 2023
“Jadi LPS sudah lebih leluasa untuk memastikan bahwa tindakannya akan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, kalau ekonomi sedang goncang jangan sampai ada bank yang tutup karena bisa menimbulkan efek beruntun ke bank-bank yang lain,” ujar Purbaya dalam webinar 'Kiprah LPS dalam Stabilisasi dan Penguatan Sektor Keuangan' yang digelar Infobank bersama LPS di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Di tengah ketidakpastian global dan ekonomi yang masih tinggi, LPS terus menyoroti berbagai tantangan ke depan bagi sektor perbankan untuk dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan.
Tantangan pertama yang perlu dicermati adalah tantangan-tantangan yang ada pada tatanan global.
Meskipun sudah mulai mereda, seperti pandemi dan disrupsi rantai pasok, namun kenaikan inflasi, kenaikan harga energi, dan perlambatan ekonomi global seperti Amerika Serikat dan Tiongkok serta kenaikan suku bunga secara global masih menjadi penyebab tingginya ketidakpastian.
“Berbagai lembaga internasional tetapi memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,9 persen sampai dengan 3,2 persen pada tahun 2022. Di 2023 juga ekonomi global diperkirakan hanya gak jauh beda dengan yang sekarang di Kisaran 2,8 persen sampai dengan 3% perlambatan ekonomi yang dikombinasikan oleh kenaikan harga dapat memicu risiko terjadinya stagflasi di beberapa negara,” kata Purbaya.
Tantangan kedua, literasi keuangan yang masih rendah. Berdasarkan survei OJK tahun 2019 indeks inklusi keuangan nasional berada pada level 76,19%, sementara indeks literasi keuangan berada pada level 38,03%.
“7 dari 10 masyarakat Indonesia telah memiliki akses kepada produk dan jasa keuangan namun hanya 4 dari 10 orang yang memahami apa itu produk dan jasa keuangan artinya terdapat gap yang signifikan antara inklusi dengan literasi keuangan nasional. Pemahaman masyarakat yang terbatas atas produk keuangan menyebabkan timbulnya berbagai risiko seperti penipuan yang berdampak buruk kepada masyarakat,” paparnya.
Baca juga: 3 Kemampuan Ini Paling Diperlukan Selama Resesi 2023, Salah Satunya Skill Investasi
Tantangan ketiga yaitu digitalisasi, di mana perkembangan digital meningkat begitu pesat sehingga memunculkan segmen-segmen di dalam ekonomi dan keuangan dan dapat menimbulkan berbagai kejahatan siber bila literasi keuangan digital tidak dioptimalkan.
Di sisi lain, sektor perbankan juga diminta untuk terus memperkuat sistem informasi agar infrastruktur perbankan memumpuni untuk mencegah terjadinya kejahatan siber.
“Kita mengetahui bahwa kian hari risiko cyber security akan meningkat, apalagi masyarakat tidak memiliki literasi tinggi secara digital kasus-kasus seperti scamming, phishing, ransomware dan kejahatan-kejahatan keuangan lain melalui cyber,” ucap Purbaya.
Terakhir, pendalaman pasar keuangan di Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan dengan negara-negara tetangga. Purbaya merinci, kapitalisasi pasar modal Indonesia di tahun 2020 masih di 46,9% terhadap PDB. Sementara, Filipina sudah berada pada level Thailand 108,7% dan Malaysia 129,5%.
Kemudian, rasio finansial sistem deposit Indonesia per 2021 masih rendah dalam level 41,2% pada PDB, sementara itu yang lebih tinggi Filipina sebesar 77,7%, Malaysia 122,6% dan Thailand 135,6%.
“Pendalaman pasar keuangan ini perlu terus ditingkatkan supaya peran pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan semakin tinggi dan tidak tergantung terhadap dana asing dalam pembangunan nasional,” tegasnya.
Baca juga: Cara Menghadapi Resesi 2023: Kelola Keuangan dan Pengeluaran hingga Upgrade Skill
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menyampaikan, keberadaan LPS memberikan keyakinan dan kepercayaan masyarakat kepada bank dan sektor keuangan.
Piter mengungkapkan, kemampuan untuk mampu bertahan di tengah gelombang krisis, termasuk krisis pandemi, ditunjukan dengan indikator kinerja bank umum konvensional yang meningkat per Juni 2022, yakni CAR 24,72%, BOPO 78,46%, LDR 81,63%, NIM 4,78%, ROA 2,38%, NPL 2,86%.
Termasuk empat bank terbesar Indonesia pada semester I 2022 yang mampu mencatatkan laba bersih yang luar biasa besar bahkan di tengah krisis, diantaranya BRI Rp24,79 triliun, Mandiri Rp20,21 triliun, BCA Rp18,05 triliun, BNI Rp8,8 triliun.
“Sekali lagi saya ingin menegaskan hal ini tidak lepas dari kiprah LPS, peran besar LPS menjaga keyakinan masyarakat terhadap sektor keuangan kita,” tuturnya.