Mengintip Prospek Emiten Properti di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi
Bagaimana dengan prospek emiten properti dengana dua kebijakan yang kontrakdiktif, yakni kenaikan suku bunga agresif dan pemberian insentif DP?
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, kondisi emiten di sektor properti memang cukup menantang imbas dari tren kenaikan suku bunga yang sudah terjadi sejak semester ini.
Kendati demikian, ada perpanjangan insentif untuk pembayaran down payment (DP) atau uang muka bagi kendaraan maupun properti.
"Lantas, bagaimana dengan prospek emiten properti dengana dua kebijakan yang kontrakdiktif, yakni kenaikan suku bunga agresif dan diikuti dengan pemberian insentif DP? Kami melihat bahwa hal tersebut dapat menstimulus demand sebagaimana dalam pembelian properti juga menjadi pertimbangan," ujar dia melalui risetnya, Senin (24/10/2022).
Baca juga: KADIN Bilang Anak Muda Sekarang Lebih Tertarik Inves di Kripto Ketimbang Properti
Menurutnya dengan adanya keringanan tersebut, maka setidaknya masih ada dukungan agar dapat lebih mampu bertahan di tengah pelemahan daya beli masyarakat.
"Kami melihat bahwa emiten properti yang masih akan bertahan yang memiliki recurring income dan bisnisnya terdiversikasi," kata Nico.
Adapun dari sisi makro, sebelumnya Bank Indonesia (BI) kembali melanjutkan pengetatan kebijakan agresif kemarin, di mana terlihat kenaikan 50 basis poin (bps) lagi untuk suku bunga acuan, serta suku bunga kredit dan pinjaman sebesar 100 bps masing-masing.
Namun, BI tetap mempertahankan kebijakan makroprudensial yang akomodatif yang tergambar dari perpanjangan insentif untuk pembayaran DP atau uang muka bagi kendaraan maupun properti.
Lebih lanjut, Nico menjelaskan, kebijakan tersebut mengatur DP menjadi paling sedikit nol persen yang berlaku mulai awal 2023.
Baca juga: Bank Indonesia Lanjutkan Kebijakan DP 0 Persen Kredit Kendaraan Bermotor dan Properti hingga 2023
"Hal ini menggambarkan bahwa para pembuat kebijakan kita masih tetap berusaha menjaga stabilitas baik dari sisi industri maupun masyarakat. Kalau kita perhatikan memang sektor otomotif dan properti yang memang sangat terdampak atas kenaikan suku bunga agresif, sehingga likuiditas semakin mengetat dan diharapkan terjadi normalisasi inflasi," tuturnya.
Tetapi sayangnya, dalam hal ini bisnis menjadi lesu dan masyarakat pun cenderung menunda pembelian kendaraan atau perumahan.
Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa harus tetap ada aktivitas bisnis dan konsumsi yang menunjang laju ekonomi, apalagi kondisi tahun depan akan lebih menantang melihat situasi global saat ini.
"Kebijakan tersebut menjadi langkah untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif, pada saat yang sama dari sisi pembiayaan kredit juga perlu didorong, aehingga pemerintah melalui BI melanjutkan pelonggaran LTV menjadi paling tinggi 100 persen untuk kredit properti baik dalam bentuk rumah tapak, rumah susun dan ruko. Kami memandang bahwa insentif yang dikeluarkan menjadi angin segar, di mana berpotensi menstimulus pertumbuhan ekonomi," pungkas Nico.