Pemberian Insentif ke Investor di Ibu Kota Negara Dinilai Harus Tepat Sasaran
Rizal Taufikurahman beranggapan perusahaan yang berhak mendapat insentif adalah yang mampu memberi nilai tambah tinggi terhadap perekonomian.
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Makroekonomi & Keungan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman mengatakan pemberian insentif ke investor di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara harus tepat sasaran.
Rizal menyebut pemerintah harus cermat dalam memberikan insentif ke investor.
“Saya melihat pemerintah mesti betul-betul mempertimbangkan secara seksama dan tepat dari kebijakan ini,” katanya ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (24/10/2022).
Baca juga: Pemerintah Siapkan 4 Skenario Pemindahan ASN ke IKN Nusantara
Rizal mengambil contoh perusahaan di bidang infrastruktur yang bisa mendapatkan insentif 30 tahun bila berinvestasi di IKN.
Perusahaan itu perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 10 miliar di awal.
Menurut Rizal, perusahaan infrastruktur memiliki jangka waktu yang pendek.
Umurnya relatif singkat hanya pada masa pembangunan.
“Kalau infrastruktur itu kan jangka pendek. Setelah dibangun terus gimana? Kan selesai. Katakanlah dua-tiga tahun sudah rampung. Lalu, hanya perlu menjaga bangunannya,” kata Rizal.
Ia beranggapan perusahaan yang berhak mendapat insentif adalah yang mampu memberi nilai tambah tinggi terhadap perekonomian.
Baca juga: Akan Jadi Pusat Pengembangan Teknologi, APJII Dukung Investasi Infrastruktur Digital di IKN
Contohnya seperti perusahaan Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA).
“Selama ini yang diberikan tax holiday kan lebih kepada perusahaan PMA maupun PMDN yang notabene bisa memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap ekonomi kita,” ujar Rizal.
Kalau bangun infrastruktur di IKN nilai tambahnya apa? Kan nggak ada nilai tambahnya kalau konstruksi. Hanya fasilitasi untuk mempercepat konektivitas,” ujar Rizal.
Rizal turut menganggap angka yang harus dibayarkan investor itu terlampau murah.