Ekonomi Jerman di Kuartal III Naik, Alarm Resesi Makin Menjauh
Pertumbuhan ekonomi Jerman salah satunya didorong oleh konsumsi swasta, menurut data dari Kantor Statistik Jerman
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BERLIN - Ekonomi Jerman secara tidak terduga tumbuh pada kuartal ketiga tahun ini, menunda ancaman resesi yang masih diperkirakan para analis akibat tingginya inflasi dan krisis energi.
Dikutip dari Bloomberg, produk domestik bruto (PDB) Jerman tumbuh 0,3 persen dari kuartal sebelumnya, melampaui perkiraan analis sebesar 0,2 persen.
Pertumbuhan ekonomi Jerman salah satunya didorong oleh konsumsi swasta, menurut data dari Kantor Statistik Jerman yang terbit hari ini, Jumat (28/10/2022).
"Data benar-benar menakjubkan mengingat begitu banyak indikator menunjukkan bahwa ekonomi telah melambat secara signifikan selama berbulan-bulan,” kata seorang ekonom di pemberi pinjaman LBBW, Jens-Oliver Niklasch.
Baca juga: Jerman Luncurkan Rencana Legalkan Ganja untuk Dijual Resmi dan Ditanam Sendiri
Niklasch menambahkan, kemungkinan ada dua faktor yang mendorong tumbuhnya perekonomian Jerman, yaitu "pembukaan kembali Corona" dan "banyaknya paket bantuan musim panas", yang telah meredam dampak negatif dari kenaikan harga energi dan perang Ukraina.
Namun Niklasch masih melihat kemungkinan resesi di musim dingin, meski itu "tidak seserius" yang ditakuti pada awalnya.
Data perekonomian Jerman yang dirilis hari ini akan menjadi berita baik untuk beberapa waktu. Sementara pemerintah Jerman sedang merancang subsidi yang sebagian besar untuk menopang konsumsi gas alam, setelah Rusia memangkas pengiriman pasokan energi.
Sayangnya, laporan PDB Jerman datang saat Prancis dan Spanyol merilis data ekonomi yang lebih lemah pada pagi ini. Kedua negara itu mencatat pertumbuhan ekonominya sebesar 0,2 persen.
Sementara itu, pengukur aktivitas sektor swasta yang dirilis minggu ini oleh S&P Global menunjukkan kontraksi Oktober untuk Eropa, Inggris dan AS. Analis yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, akan menyeret 19 negara di zona euro ke dalam resesi pada tahun depan.
Industri berat Jerman lebih rentan terhadap melonjaknya biaya energi karena ketergantungan yang berlebihan pada Rusia untuk memasok energi. Pasokan gas telah menjadi sarana bagi Kremlin untuk membalas sanksi Barat yang diterimanya setelah Moskow melancarkan invasi ke Ukraina.
Saat ini, ketakutan akan kekurangan energi masih bertahan, meski cuaca yang hangat telah menjauhkan orang-orang untuk menyalakan pemanas ruangan.
Selain itu, gangguan pada rantai pasokan yang terbukti masih menggigit dan data menunjukkan inflasi Jerman bulan ini masih bertahan di atas 10 persen.
Baca juga: Antisipasi Masa Krisis, Pemerintah Jepang akan Promosikan Kenaikan Upah Struktural
Covestro AG, pembuat polimer dan plastik, mengalami penurunan laba karena kenaikan harga energi dan melemahnya pesanan.
Pemasok untuk industri otomotif, elektronik dan medis ini hanya mampu menanggung sebagian kecil dari kenaikan biayanya.
Produsen pakaian olahraga Adidas AG, pekan lalu mengungkapkan produknya yang tidak terjual telah menumpuk karena permintaan yang berkurang di pasar China dan Barat.
Baca juga: Eropa Krisis Energi, Inggris Bangun Pembangkit Listrik di Antariksa
Menurut lembaga penelitian Ifo yang berbasis di Munich, Jerman, yang mengukur ekspektasi bisnis pada bulan ini menunjukkan pelaku bisnis berharap ekonomi Jerman dapat menghindari "skenario terburuk".
Meski begitu, "sangat tidak mungkin kita akan terhindar dari resesi," kata Presiden Ifo, Clemens Fuest.
Fuest menambahkan, ekonomi Jerman menyusut saat ini, "tetapi mungkin pada kecepatan yang lebih lambat daripada yang ditakuti kebanyakan orang, dan ini adalah titik terang."
Ekonom memprediksi Jerman akan mengalami kontraksi 0,4 persen dan 0,5 persen masing-masing pada kuartal keempat 2022 dan pertama 2023, sebelum pertumbuhan akan berlanjut di musim semi.