Perundingan Batas ZEE dengan Vietnam Dipertanyakan: Jangan Sampai Rugikan Indonesia
Pemerintah diminta untuk transparan dalam perundingan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk transparan dalam perundingan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam, yang sampai saat ini masih berlanjut.
Perundingan pertama kali terlaksana sejak 21 Mei 2010, dan pertemuan teknis yang terakhir yakni yang ke-15 mengenai penetapan batas ZEE Indonesia dan Vietnam, diketahui berlangsung pada 26-27 September 2022 di Ho Chi Minh City, Vietnam.
Dalam pertemuan tersebut, belum terjadi kesepakatan mengenai pembahasan garis ZEE final.
Kedua negara sempat membahas mengenai usulan ‘equal’ dari Vietnam, sementara Indonesia meminta penjelasan mengenai pengertian dan maksud ‘equal’ tersebut.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Pengertian hingga Manfaat
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mempertanyakan sudah sejauh mana langkah yang dilakukan Kementerian Luar Negeri.
"Apakah Kemenlu melibatkan DPR RI khususnya Komisi I dan kalangan publik? Pemerintah jangan terkesan tidak transparan dalam hal konsesi perbatasan ZEE ini," kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam keterangan tertulis, Selasa (26/10/2022).
Menurutnya, isi draft konsesi yang diajukan oleh pihak Indonesia dan pihak Vietnam juga patutnya bisa dijabarkan.
"Jangan sampai apa yang diajukan justru akan merugikan pihak Indonesia," ujarnya.
Ia menegaskan, pemberian konsesi tersebut harus mempertimbangkan ketujuh Kebijakan Kelautan Indonesia, yang terdiri atas tujuh pilar.
Di antaranya, Pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia, Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut, Tata kelola dan kelembagaan laut.
Kemudian, Ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan, Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut, Budaya Bahari, dan Diplomasi Maritim.
Selain itu, kata Marcellus, ada hal yang harus dipertahankan seperti dari segi ekonomi dan kedaulatan negara.
Dari segi kedaulatan perlu ditegaskan terkait penetapan batas wilayah negara. Dari segi ekonomi, Indonesia memiliki kekayaan perikanan laut berlimpah.
Oleh sebab itu, kedaulatan pangan menjadi tujuan yang harus selalu disuarakan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menjaga keamanan pangan untuk masyarakat.
"Patut diingat Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki potensi kekayaan yang berasal dari sumber daya alam kemaritiman yang sangat besar yang belum dikelola secara maksimal sampai dengan saat ini," paparnya.
Ia berharap, berharap pemerintah tidak tergesa-gesa dalam mengajukan konsesi perbatasan ZEE dengan Vietnam.
"Karena kita sama memahami bahwa jika membahas mengenai ZEE itu, maka memang kita membahas mengenai laut internasional. Di mana di sana hak kita hanya bisa melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi," ujarnya.
"Hanya tiga hal itu saja kalau kita bicara ZEE. Di ZEE kita bicara zona maritim. Kewenangan kita untuk melakukan penangkapan kapal ikan berbendera asing di wilayah ZEE itu jika kapal tersebut sudah atau sedang melakukan kegiatan mengambil ikan yang ada di sana," sambungnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, konsesi juga harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Seperti telah diatur di dalam UNCLOS, yakni kedaulatan suatu negara atau wilayah laut tertentu diukur berdasarkan jarak dari titik pangkal pulau terluar.