Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

PHK Massal Hantui Industri Tekstil, Ini Yang Dikatakan Pemerintah

Resesi ekonomi yang terjadi secara global mulai menyentuh tanah air. Setidaknya pada perdagangan dunia di mana permintaan luar negeri

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in PHK Massal Hantui Industri Tekstil, Ini Yang Dikatakan Pemerintah
Ist
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Resesi ekonomi yang terjadi secara global mulai menyentuh tanah air. Setidaknya pada perdagangan dunia di mana permintaan luar negeri mulai berkurang.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut hal ini berimbas pada produksi untuk ekspor yang mulai berkurang sehingga berakibat pada produksi.

Kinerja yang semakin mengendur inilah yang menjadi penyebab sejumlah perusahaan melakukan pengurangan tenaga kerja.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sejumlah industri diperkirakan bakal terjadi, terutama pada industri tekstil.

Baca juga: Restoran Texas Fried Chicken Diisukan PHK dan Potong Gaji Karyawan, Begini Penjelasan Pengelola

"Pelemahan permintaan global ini tentu akan menahan laju ekspor Indonesia ke depan, dan kondisi ini juga mulai berdampak pada beberapa industri, khususnya terkait dengan sektor tekstil dan produk tekstil," ungkap Airlangga dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022).

Seperti dikutip dari Kompas.com, Adapun pelemahan permintaan tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat kinerja ekspor September 2022 sebesar 24,80 miliar dollar AS atau turun 10,99 persen dibanding ekspor Agustus 2022.

Pelemahan ekspor juga tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang berada di level 51,8 pada Oktober 2022.

BERITA REKOMENDASI

Meski level itu menandakan sektor manufaktur tetap dalam tahap ekspansif, namun menurun dibandingkan September yang sebesar 53,7.

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan, kondisi ketenagakerjaan dalam negeri saat ini belum kembali pada sebelum pandemi Covid-19.

Meskipun berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran pada Agustus 2022 menurun jadi 5,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 6,49 persen.

Berdasarkan penurunan tingkat pengangguran itu, kata Airlangga, menunjukkan kondisi keadaan ketenagakerjaan tetap membaik, seiring dengan membaiknya perekonomian.

"Penguatan ekonomi juga dari peningkatan rata-rata upah, yang pada Agustus 2022 mencapai Rp 3 juta, dibandingkan Agustus 2021 maka naik sebesar 12,22 persen," jelasnya.

10.765 Sudah Kena PHK

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat secara umum jumlah pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam sembilan bulan pada tahun ini, atau hingga September 2022 mencapai 10.765 orang.

Namun, angka tersebut dinilai Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, terutama awal pandemi Covid-19.

Baca juga: Startup Diterpa Gelombang PHK, Ekonomi Digital Diprediksi Terus Tumbuh

"Kalau kita lihat kasus pemutusan hubungan kerja 2019 sampai dengan September 2022, PHK cukup tinggi terjadi pada tahun 2020 ketika kita mengalami pandemi Covid-19. Ini data per September yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK)," ucap Ida dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (8/11/2022).

Ia menjelaskan, jumlah PHK pada 2019 sebanyak 18.911 kasus dan melonjak menjadi 386.877 kasus pada 2020. Lalu, menurun menjadi 127.085 kasus PHK pada 2021.

Angkanya kembali turun menjadi 10.765 kasus per September 2022.

Gejolak Global

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengakui kinerja ekspor Indonesia terdampak akibat kondisi global yang bergejolak. Penurunan permintaan ekspor itu pun mulai terasa dengan terjadinya berbagai PHK di sektor indsutri.

"Kita perkirakan dari sisi permintaan ekspor akan alami dampak dengan adanya kemungkinan pelemahan di negara maju," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Baca juga: PHK Twitter Berlanjut, 90 Karyawan di India Dipecat Elon Musk

Oleh karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan permintaan dari sisi domestik. Meskipun diakuinya, tidak semua permintaan luar negeri yang turun bisa disubtitusi sepenuhnya dengan permintaan di dalam negeri.

"Namun demand (permintaan) kan enggak mungkin semuanya substitusi seluruhnya kita akan kompensasi. Jadi, kita akan terus melihat dari semua sektor-sektor ini dan kemudian apa kebijakan yang perlu untuk diformulasikan lebih lanjut dalam merespons tren global," jelas dia.
Di sisi lain, pemerintah juga akan mendorong belanja di sisa tiga bulan terakhir tahun 2022 guna meningkatkan permintaan domestik.

Tercatat, belanja negara per September 2022 baru mencapai Rp 1.913,9 triliun atau 61,6 persen dari pagu, alias masih tersisa nyaris Rp 1.200 triliun.

"Kami berharap itu bisa mendukung permintaaan dalam negeri pada saat global economy demand-nya melemah karena adanya inflasi yang tinggi dan nilai tukar menguat, yang tentu juga akan menyebabkan perubahan kinerja ekonomi-ekonomi di Eropa, Amerika dan RRT," jelas Sri Mulyani. (Kompas.com/Yohana Artha Uly/Erlangga Djumena)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas