Data Kinerja Ekonomi Indonesia Impresif di Tengah Ancaman Resesi, Pemerintah: Tidak Boleh Terlena
Iskandar Simorangkir mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara-negara besar lainnya, capaian Indonesia masih jauh lebih baik.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data kinerja ekonomi Indonesia tercatat masih terbilang cukup positif hingga kuartal III-2022.
Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara-negara besar lainnya, capaian Indonesia masih jauh lebih baik.
Pertama, data pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,7 persen pada kuartal III-2022. Angka ini masih jauh lebih impresif dibandingkan China (3,9 persen), Jepang (1,82 persen), bahkan negara-negara di wilayah Eropa.
Baca juga: Rusia Resmi Masuk Jurang Resesi Usai PDB Menyusut 4 Persen pada Kuartal III 2022
"Diantara negara G20, Indonesia justru tumbuh 5,7 persen di kuartal III-2022. Data inflasi juga kita lihat Turki berada di angka 85,5 persen di Oktober 2022, sedangkan Indonesia hanya 5,7 persen," papar Iskandar dalam sebuah diskusi daring bertemakan Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI di Tengah Bayangan Resesi, Jumat (18/11/2022).
Tak hanya pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai ekspor Indonesia Januari–September 2022 secara kumulatif mencapai 219,35 miliar dolar AS, naik 33,49 persen dibanding periode yang sama tahun 202.
Iskandar kembali mengungkapkan, meski data ekonomi terpantau cukup impresif hingga kuartal III-2022, Indonesia diminta tidak boleh terlena.
Sebab, pada tahun depan global diprediksi bakal mengalami resesi yang disebabkan ketidakpastian global imbas ketegangan geopolitik (Rusia-Ukraina), tingginya inflasi, dan belum pulihnya dunia dari dampak pandemi Covid-19.
Baca juga: Ganjar Pranowo Sebut Kolaborasi Jadi Kunci Hadapi Ancaman Resesi Global 2023
"Tapi kita nggak boleh besar kepala dulu karena ke depan tantangan kita tidak mudah," papar Iskandar.
"Global demand bergantung pada geopolitik. Ini mempengaruhi supply chain dari demand energy dan food. Cepat tidaknya atau terjadinya resei tergantung geopolitik," pungkasnya.