Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Naik Lagi, Bagaimana Dampaknya Terhadap Bunga Kredit?

Untuk merespon kebijakan BI, Jahja Setiaatmadja bilang, BCA akan menyesuaikan bunga deposito tahun ini dan kredit berdasarkan acuan bunga Jibor

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Naik Lagi, Bagaimana Dampaknya Terhadap Bunga Kredit?
ist
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Untuk merespon kebijakan BI tersebut BCA akan menyesuaikan bunga deposito tahun ini dan kredit berdasarkan acuan bunga Jibor. 

Dari sisi pendanaan, dana giro dan tabungan (CASA) naik 15,1% ditopang oleh tingginya frekuensi transaksi dan peningkatan basis nasabah.

Likuiditas BCA masih aman dengan struktur pendanaan yang cukup bagus dan Dana Pihak Ketiga (DPK) ditopang oleh dana murah atau CASA dengan rasio mencapai 81% per September 2022.

Baca juga: Program Restrukturisasi Kredit Efektif Jaga Kelangsungan Usaha UMKM

Berpotensi Menyebabkan Perlambatan Ekonomi

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25%, suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indratomo mengatakan bahwa kenaikan BI7DRR sebesar 50 bps telah sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, yang menghendaki penyesuaian suku bunga acuan seiring agresivitas kenaikan The Fed Rate.

Hanya saja, Banjaran menilai, kenaikan suku bunga acuan secara langsung akan berdampak terhadap kenaikan cost of fund perbankan sehingga rate kredit atau pembiayaan juga akan meningkat.

Akibatnya, konsumen pun akan terbebani dengan kenaikan tersebut, terutama pada pembiayaan perumahan maupun kendaraan.

Berita Rekomendasi

Begitu juga dunia usaha akan lebih konservatif dalam mengakses pembiayaan modal kerja maupun investasi, terutama di industri yang merupakan padat modal seperti otomotif, pertambangan, dan infrastruktur.

Baca juga: Bank Indonesia Dorong Para Perbankan Turunkan Suku Bunga Kredit Baru

"Hal tersebut berpotensi menyebabkan perlambatan ekonomi," ujar Banjaran.

Di sisi lain, dirinya melihat investor akan cenderung priced in karena dengan kenaikan tersebut seiring komitmen bank sentral untuk menekan inflasi akan membuat imbal hasil investasi kembali kompetitif.

Namun, agar ekonomi Indonesia masih mampu menyerap kenaikan suku bunga acuan, maka dirinya menghimbau untuk tidak menaikkan lagi hingga batas 5,5% - 5,75% di semester I-2023.

"Sampai dengan tengah tahun depan potensi kenaikan ini dalam normalisasi itu mengarah ke 5,5%-5,75% di semester I. Dengan asumsi, kenaikan agresif Fed masih berlanjut minimal 125 bps hingga 150 bps," katanya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sebelumnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan dikisaran 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen.

Perkiraan ini dengan asumsi BI akan melakukan intervensi moneter guna mengantisipasi inflasi yang masih tinggi dan nilai tukar rupiah yang berada di atas Rp15.000 per dolar AS.

Baca juga: Dukung Penurunan Bunga Kredit, BNI Targetkan Penyaluran Kredit Melonjak 9 Persen

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas