Buruh Minta Kenaikan Upah 2023 Sebesar 13 Persen di Tengah Badai PHK, GoTo Hingga Industri Tekstil
Kenaikan upah untuk tahun 2023 harus mengacu pada kebutuhan hidup yang layak, bukan berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja meminta kenaikan upah minimum 2023 sebesar 13 persen di tengah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor usaha.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan, seluruh organisasi yang tergabung dalam Partai Buruh, KPBI, KSPI, KSPSI, dan KSBSI menolak penetapan upah minimum tahun depan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Kami tekankan kepada pemerintah Jokowi, kepada Kementerian Ketenagakerjaan, Gubernur, Bupati dan Walikota, untuk tidak menetapkan upah berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2021," ujar Ilhamsyah yang ditulis Sabtu (19/11/2022).
Ilhamsyah mengatakan, kenaikan upah untuk tahun 2023 harus mengacu pada kebutuhan hidup yang layak.
Baca juga: Badai PHK Melanda Perusahaan Teknologi, Wintertech Dimulai, Masa Sulit Telah Datang
Terlebih, terpaan pandemi Covid-19 dan kenaikan harga bahan pokok yang berdampak pada seluruh pekerja buruh.
"Karena seperti yang kita ketahui bersama, dua tahun terakhir dihantam oleh Pandemi Covid-19. Tentu pukulan ekonomi yang paling terasa adalah kelas paling bawah atau kaum buruh," tuturya.
Ilhamsyah menambahkan, sejak diberlakukannya Undang-undang Cipta Kerja atau Ombnibuslaw, kenaikan upah hanya mencapai 1,09 persen.
Hal itu menurut Ilhamsyah, tak sebanding dengan inflasi yang terjadi selama dua tahun terakhir, mencapai 5-6 persen.
"Di beberapa wilayah kabupaten kota, itu tidak sama sekali ada kenaikan. Bisa kita katakan secara umum, tidak ada kenaikan upah dalam 3 tahun terakhir ini," tegasnya.
Untuk itu, kata Ilhamsyah, serikat buruh yang tergabung dalam Partai Buruh mendesak pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah 2023, minimal 13 persen secara nasional.
Menurutnya, kenaikan upah 13 persen itu dinilai rasional. Hal itu seiring pertumbuhan ekonomi meningkat 4-5 persen di tahun 2022.
"Hitungan minimal 13 persen secara nasional ini, untuk menjawab berbagai macam persoalan yang sudah muncul akibat situasi ekonomi yang tiga tahun terakhir ini," ucapnya.
"Akumulasi dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4-5 persen dan inflasi di tahun ini mencapai 5-6 persen, kenaikan upah 13 persen adalah yang minimun untuk seluruh kota dan kabupaten di Indonesia," sambungnya.
1.300 Karyawan
Kemarin, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) mengumumkan PHK terhadap 1.300 karyawannya karena adanya tantangan makro ekonomi global yang berdampak bagi para pelaku usaha di seluruh dunia.
GoTo seperti layaknya perusahaan besar lainnya, juga perlu beradaptasi untuk memastikan kesiapan Perusahaan menghadapi tantangan ke depan.
"Karenanya, Perusahaan harus mengakselerasi upaya untuk menjadi bisnis yang mandiri secara finansial dan tumbuh secara sustainable dalam jangka panjang," ucap Manajemen GoTo dalam keterangan yang diperoleh, Jumat (18/11/2022).
"Ini dilakukan antara lain dengan memfokuskan diri pada layanan inti, yaitu on-demand, e-commerce dan financial technology," sambungnya.
Untuk mendukung percepatan pertumbuhan, sejak awal tahun GoTo juga telah melakukan evaluasi optimalisasi beban biaya secara menyeluruh, termasuk penyelarasan kegiatan operasional, integrasi proses kerja, dan melakukan negosiasi ulang berbagai kontrak kerja sama.
Baca juga: Perusahaan Jual Beli Mobil AS Carvana PHK 1.500 Karyawan
Pada akhir kuartal kedua 2022, Perusahaan berhasil melakukan penghematan biaya struktural sebesar Rp800 miliar dari berbagai aspek penghematan, seperti teknologi, pemasaran dan outsourcing.
Namun demikian, Manajemen GoTo menegaskan untuk tetap fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali perusahaan.
Hal ini termasuk mengambil keputusan sulit untuk melakukan perampingan karyawan sejumlah 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap Grup GoTo.
"Keputusan sulit ini tidak dapat dihindari supaya Perusahaan lebih agile dan mampu menjaga tingkat pertumbuhan sehingga terus memberikan dampak positif bagi jutaan konsumen, mitra pengemudi, dan pedagang," jelas Manajemen.
"Karyawan yang terdampak akan menerima pemberitahuan hari ini. Perusahaan berkomitmen untuk memberi dukungan yang komprehensif selama masa transisi karena mereka telah bekerja keras dan memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan," pungkasnya.
Industri Tekstil
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengaku mendapat informasi terkait rencana PHK dengan jumlah besar di industri berbasis ekspor, seperti tekstil.
“Kami telah menerima beberapa informasi terkait jumlah PHK, khususnya di sektor industri padat karya orientasi ekspor seperti garmen, tekstil, dan alas kaki,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri.
Putri mengatakan, pihaknya telah melakukan berkoordinasi dengan lintas kementerian maupun Lembaga, Dinas-dinas Ketenagakerjaan, serta mitra terkait guna memantau perkembangan isu PHK di Indonesia.
Dari hasil koordinasi, didapati telah terjadi PHK di beberapa sektor, walaupun semua pihak telah berupaya untuk menghindari PHK dan mengupayakan PHK sebagai upaya terakhir dari suatu permasalahan hubungan industrial.
“Informasi dan data ini masih harus kami cross check dengan data dari Kementerian/Lembaga lainnya, termasuk Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Tenaga Kerja di setiap provinsi dan kab/kota,” katanya.
Putri menjelaskan, sejumlah penyebab terjadinya PHK beberapa waktu ini di antaranya adalah dampak pandemi Covid-19 yang masih dirasakan, transformasi bisnis di era digitalisasi, hingga geopolitik global yang berdampak pada melemahnya daya beli di sejumlah negara tujuan ekspor produk Indonesia.
Selanjutnya, guna mencegah semakin banyak jumlah PHK dan perselisihan hubungan industrial, pihak akan terus melakukan upaya-upaya di antaranya mendorong dialog bipartit.
Kemenaker akan melakukan komunikasi antara manajemen/pelaku bisnis dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB), utamanya pada sektor industri padat karya berorientasi ekspor dan industri berbasis platform digital.
“Dialog ini bertujuan untuk mencari titik temu atas kendala di tingkat perusahaan yang akan berdampak pada PHK dan perselisihan hubungan industrial. Semangat musyawarah mufakat kami yakin dapat mengatasi kendala/tantangan di setiap perusahaan, dan untuk itu Kemnaker beserta Dinas-Dinas Tenaga Kerja di seluruh Indonesia siap mendampingi pencapaian mufakat tersebut,” jelasnya.
Baca juga: Tak Hanya GoTo, Ini Sederet Perusahaan Industri Digital yang PHK Karyawan Sepanjang 2022
Selain itu, pihaknya juga mendorong Mediator Hubungan Industrial yang ada di Kemnaker maupun di seluruh daerah agar terus melakukan pendampingan kepada pengusaha dan pekerja, untuk mendiskusikan opsi-opsi pencegahan PHK, serta berkoordinasi dengan para Pengawas Ketenagakerjaan terkait upaya pencegahan tersebut.
“Kami juga berharap kiranya Dinas-Dinas Tenaga Kerja dapat terus memantau kondisi ketenagakerjaan di daerah masing-masing daerah dan melaporkannya kepada Kemnaker,” katanya.
10 Ribu Lebih Sudah di PHK
Kemenaker mencatat jumlah pekerja terkena PHK dalam sembilan bulan pada tahun ini, atau hingga September 2022 mencapai 10.765 orang.
Namun, angka tersebut dinilai Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, terutama awal pandemi Covid-19.
"Kalau kita lihat kasus pemutusan hubungan kerja 2019 sampai dengan September 2022, PHK cukup tinggi terjadi pada tahun 2020 ketika kita mengalami pandemi Covid-19. Ini data per September yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK)," ucap Ida dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).
Ia menjelaskan, jumlah PHK pada 2019 sebanyak 18.911 kasus dan melonjak menjadi 386.877 kasus pada 2020. Lalu, menurun menjadi 127.085 kasus PHK pada 2021.
Angkanya kembali turun menjadi 10.765 kasus per September 2022.
Minta Aturan No Work No Pay
Pengusaha meminta Kemenaker membuat peraturan terkait jam kerja yang fleksibel, sebagai upaya mencegah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal tersebut dinilai pengusaha sangat perlu dilakukan agar perusahaan dapat menerapkan "no work no pay" (tidak bekerja tidak dibayar).
Baca juga: Rhenald Kasali: PHK GoTo Tak Ada Hubungannya dengan Resesi Ekonomi Global
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto mengatakan, dengan aturan no work no pay, maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.
"Saat ini undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK agar fleksibilitas itu ada, dengan asas no work no pay, pada saat tidak bekerja," kata Anne.