Kondisi Global Sedang Tak Baik, Gubernur BI Ungkap 5 Tantangan yang Bakal Dihadapi Ekonomi Indonesia
Perry menuturkan, sederet permasalahan tersebut bakal memberikan dampak terhadap perekonomian global, yang tentunya wajib diwaspadai Indonesia.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, ketidakpastian global hingga kini masih menghantui kondisi perekonomian seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Hal ini buntut dari masih bergejolaknya perang Rusia-Ukraina, memanasnya perang dagang Tiongkok-Amerika Serikat (AS), hingga adanya kebijakan lockdown di Tiongkok untuk memerangi kasus Covid-19.
Perry menuturkan, sederet permasalahan tersebut bakal memberikan dampak terhadap perekonomian global, yang tentunya wajib diwaspadai Indonesia.
Baca juga: Presiden Bilang, Pertumbuhan Ekonomi di Maluku Utara Tertinggi di Dunia, Ini Penyebabnya
"Kita perlu waspadai 5 masalah ini dari ekonomi global. Pertama, pertumbuhan menurun atau (akibat adanya) risiko resesi di AS dan Eropa meningkat," ucap Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center, Rabu (30/11/2022).
Kedua, lanjut Perry, inflasi yang sangat tinggi alias high inflation. Tingginya inflasi dikarenakan harga energi dan pangan global.
Ketiga, adanya tren peningkatan suku bunga tinggi oleh Bank Sentral AS alias The Fed, yang juga diikuti oleh Bank Sentral dari negara-negara lain.
Keempat, dolar Amerika Serikat diprediksi masih akan sangat kuat. Tekanan tersebut akan membuat mata uang negara lain terdepresiasi, termasuk terhadap rupiah.
Dan kelima, cash is the king. Yaitu fenomena yang memicu penarikan dana investor-investor global yang cenderung menarik dana dari negara berkembang dan menyimpan dananya di instrumen investasi yang likuid.
Untuk itu, dalam menjaga ketahanan perekonomian Bank Indonesia menekankan sinergi dan inovasi sebagai kunci untuk menghadapi gejolak global.
Optimisme terhadap pemulihan ekonomi perlu terus diperkuat dengan tetap mewaspadai rambatan dari ketidakpastian global, termasuk risiko stagflasi (perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi) dan bahkan resflasi (resesi ekonomi dan inflasi tinggi).
Baca juga: Gelar Rapimnas, Kadin Dorong Pengusaha Kecil dan Besar Sinergi Bangun Ekonomi RI
"Hal ini mengingat risiko koreksi pertumbuhan ekonomi dunia dan berbagai negara dapat terjadi apabila tingginya fragmentasi politik dan ekonomi terus berlanjut, serta pengetatan kebijakan moneter memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu menurunkan inflasi di masing-masing negara," ujar Perry.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.