Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Jokowi Kaget Ternyata Banyak Negara Lain yang Sangat Bergantung kepada Indonesia

Presiden bahkan kaget begitu mengetahui tidak hanya satu atau dua negara saja yang ternyata bergantung masalah sawit dan batu bara dari Indonesia.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jokowi Kaget Ternyata Banyak Negara Lain yang Sangat Bergantung kepada Indonesia
Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi dalam acara Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (2/12/ 2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa pemerintah membuat strategi besar ekonomi untuk membuat negara lain bergantung pada Indonesia.

Menurut Presiden, banyak negara yang sebetulnya bergantung kepada Indonesia.

Misalnya terkait batu bara dan minyak sawit mentah atau CPO.

Presiden bahkan kaget begitu mengetahui tidak hanya satu atau dua negara saja yang ternyata bergantung masalah sawit dan batu bara dari Indonesia.

"Sebetulnya ini sudah beberapa kali saya cek. Siapa sih yang tergantung pada kita? Ternyata banyak sekali. Begitu batu bara kita stop dua minggu saja, yang telepon ke saya banyak sekali kepala negara,. Perdana menteri, presiden. Oh ini tergantung, tergantung, banyak sekali. Saya kaget juga, urusan batu bara," ujar Presiden dalam acara Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (2/12/ 2022).

Baca juga: Pensiunkan PLTU Batu Bara, Indonesia Butuh Dana 4,6 Miliar Dolar AS

Menurut Jokowi, selain batu bara negara lain juga bergantung minyak sawit terhadap Indonesia.

Berita Rekomendasi

"Begitu juga minyak, CPO, begitu kita stop karena saya harus stop, banyak pertanyaan dari luar, dari IMF, dari Bank Dunia kenapa stop? Ya karena dalam negerinya hilang barangnya. Saya harus utamakan rakyat saya dulu," katanya.

Menurut Kepala Negara, Indonesia sudah lama menganut keterbukaan ekonomi.

Namun, keterbukaan ekonomi tersebut jangan sampai disalahartikan.

Presiden mencontohkan sejumlah negara di Amerika Latin yang sudah menerapkan keterbukaan ekonomi sejak 1950-an dan 1960-an, justru tetap menjadi negara berkembang hingga saat ini.

"Apa yang terjadi? Sudah lebih dari 50, 60, 70 tahun, negara mereka menjadi negara berkembang terus. Saya ikuti, ini ada apa? Ada problem apa di sini? Problemnya mengartikan keterbukaan itu membuka seluas-luasnya untuk investor. Ini benar tapi hati-hati," katanya.

Presiden memandang hal yang berbeda terjadi di Taiwan dan Korea Selatan yang kemudian membuat pemerintah mendesain strategi besar yaitu harus membuat negara lain bergantung kepada Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden menggaungkan optimisme kepada semua pihak dalam menghadapi berbagai masalah yang melanda dunia saat ini dan ke depannya.

Presiden menjelaskan alasan untuk tetap optimistis adalah karena Indonesia memiliki potensi dan kekuatan besar, antara lain sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang melimpah.

"Berkali-kali saya sampaikan, kita ini memiliki potensi besar, memiliki kekuatan besar, tapi sering kita lupakan. Kita memiliki sumber daya alam (SDA), kita memiliki SDM, nanti akan muncul bonus demografi 2030 diperkirakan 201 juta tenaga produktif kita," katanya.

Selain itu, Indonesia juga memiliki pasar yang besar, termasuk pasar ASEAN yang mencapai 600 juta penduduk.

Presiden melanjutkan, dari sisi geografis posisi Indonesia juga sangat strategis karena berada di jalur perdagangan dunia.

"Kekuatan inilah yang harus kita ingat-ingat terus dalam rangka membangun sebuah strategi besar bisnis negara, strategi besar ekonomi negara agar kita bisa mencapai visi yang kita inginkan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas