OJK Cabut Izin Usaha Wanaartha Life, Dugaan Rekayasa Laporan Keuangan hingga Permohonan Pailit
OJK juga menemukan rekayasa laporan keuangan yang dilakukan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha Life (Wanaartha Life).
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi telah mencabut izin usaha dari PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha Life (Wanaartha Life).
Langkahnya untuk menjalankan bisnis di industri asuransi jiwa telah berakhir.
Perusahaan asuransi itu juga disebut masih memiliki utang bayar kewajiban ke nasabahnya sekitar Rp 15 triliun ini.
Baca juga: Triwulan III Asuransi Jasindo Kucurkan Rp 1,9 Triliun untuk Bayar Klaim
“Pencabutan ini dilakukan karena Wanaartha Life tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas atau risk based capital yang ditetapkan oleh OJK sesuai dengan ketentuan yang berlaku,“ ujar Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers, Senin (5/12/2022).
Ogi menuturkan, hal tersebut disebabkan karena Wanaartha Life tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset baik melalui setoran modal dari pemegang saham maupun mengundang investor.
“Tingginya selisih antara kewajiban dengan aset merupakan akumulasi kerugian akibat penjualan produk sejenis saving plan,” ujarnya.
Adapun, pencabutan izin usaha ini memang dilakukan sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) 17 Tahun 2017 pasal 6 ayat 1 yaitu sanksi yang dijatuhkan setelah pelanggaran Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) secara penuh tak terpenuhi ialah pencabutan izin usaha.
Sebelumnya, Wanaartha telah mendapat sanksi PKU secara penuh pada 30 Agustus 2022.
Baca juga: Soal Pengurangan Karyawan, Ini Penjelasan Dirut Asuransi Jasindo
Jika mengacu POJK 17 tahun 2017 pasal 4 ayat 5b yang mengatakan sanksi tersebut paling lama tiga bulan yang berarti berakhir pada 30 November yang lalu.
Sementara itu, Direktur Utama Wanaartha Life Adi Yulistanto tak banyak berkomentar lagi terkait nasib perusahaan ini.
Mengingat, pihaknya telah mengajukan pengunduran diri pada akhir Oktober lalu meskipun pengunduran diri tersebut ditolak oleh OJK.
Kondisi Keuangan Wanaartha Life
OJK juga menemukan rekayasa laporan keuangan yang dilakukan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha Life (Wanaartha Life).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengungkapkan, kondisi keuangan direkayasa oleh perusahaan sehingga laporan keuangan yang disampaikan kepada OJK maupun laporan keuangan publikasi tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Ogi menyebutkan dalam laporan keuangan di 2019, perusahaan melaporkan kewajiban masih dalam kondisi seolah-olah normal. Adapun nilainya sekitar Rp 3,7 triliun.
Baca juga: Tak Hanya Blokir dan Sita Aset, Polisi Juga Jemput Paksa Tersangka Wanaartha Life di Luar Negeri
Sementara itu, posisi asetnya masih melebihi kewajibannya yaitu senilai Rp 4,71 triliun. Ditambah, ekuitas masih senilai Rp 977 miliar.
“Namun pada saat dilakukan audited tahun 2020, kantor akuntan publik menyatakan adanya polis tidak tercatat dalam pembukuan perusahaan,” ujar Ogi.
Selanjutnya, ketika hal tersebut dimasukkan dalam catatan laporan keuangan perusahaan maka liabilitas perusahaan naik menjadi Rp 15,84 triliun pada 2020. Artinya, naik Rp 12,1 triliun untuk kewajibannya.
Di sisi lain, aset perusahaan hanya naik sedikit menjadi Rp 5,68 triliun. Sehingga, ekuitas perusahaan menjadi negatif Rp 10,18 triliun.
“Laporan keuangan berikutnya yang unaudited menunjukkan kewajiban masih jauh lebih besar daripada aset yang tidak bisa ditutup oleh pemegang saham untuk melakukan top up,” imbuh Ogi.
Kepala Departemen Pengawasan Khusus Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Moch. Muchlasin menambahkan, kewajiban perusahaan sangat tergantung pada jumlah pemegang polis yang ada.
Berdasarkan catatan terakhir, Muchlasin bilang data terakhir ada 28.000 pemegang polis yang terdiri dari asuransi kumpulan dan perorangan. Dengan begitu, jumlah pesertanya ada sekitar 100.000 jumlah peserta.
Baca juga: Curhat Nasabah WanaArtha Life Bagian Pertama, Kami Terancam Mati
“Ini kita minta dilakukan sensus dan survei dan angka yang masuk itu ada kemungkinan berubah sesuai hasil verifikasi yang dilakukan oleh manajemen,” ujar Muchlasin.
Oleh karenanya, Muchlasin mengungkapkan bahwa pihaknya masih menungg dalam laporan neraca terakhir yang akan disampaikan perusahaan pasca pencabutan izin usaha ini.
“Untuk menentukan jumlah pemegang polis yang sebenarnya dengan jumlah pesertanya,” katanya.
OJK akan Telusuri Aset Pemegang Saham
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan OJK telah menyiapkan beberapa tindakan yang bakal dilakukan terkait dengan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha Life (Wanaartha Life).
Pertama, memerintahkan pemegang saham untuk menyelenggarakan rapat umum pemegang saham dengan agenda pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi, paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha Wanaartha Life.
Baca juga: Pimpinan Komisi XI DPR Terima Perwakilan Nasabah WanaArtha
Kedua, melakukan tindakan lain berupa penilaian kembali pihak utama PT Wanaartha Life, tindakan administratif terhadap akuntan publik, kantor akuntan publik, dan aktuaris, serta penanganan tindak pidana pencucian uang.
“Laporan keuangan yang disampaikan kepada OJK maupun laporan keuangan publikasi tidak sesuai kondisi sebenarnya,” ujar Ogi dalam konferensi pers, Senin (5/12/2022).
Ketiga, OJK juga akan melakukan upaya penelusuran atas aset pemegang saham pengendali Wanaartha Life beserta harta pribadinya, termasuk melakukan gugatan perdata untuk kepentingan konsumen.
“Hal tersebut dilakukan, sebagai upaya maksimal untuk melindungi kepentingan pemegang polis dengan tetap menjunjung proses hukum dan ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.
Ogi menegaskan sejak dicabutnya izin usaha, Wanaartha Life wajib menghentikan kegiatan usahanya. Namun, pemegang polis dapat menghubungi Wanaartha Life dalam rangka pelayanan konsumen sampai dengan dibentuknya Tim Likuidasi.
“Tim likuidasi selanjutnya akan melakukan verifikasi polis yang menjadi dasar perhitungan penyelesaian hak pemegang polis,” pungkas Ogi.
Baca juga: Bareskrim Periksa Petinggi WanaArtha Life Terkait Dugaan Penipuan, Kasusnya Sudah Masuk Penyidikan
Nasabah Wanaartha Life Minta OJK Restui Permohonan Pailit
Pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha Life (Wanaartha Life) bagi pemegang polis merupakan pil pahit. Mereka pun berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa merestui permohonan pailit.
Kuasa Hukum Nasabah Wanaartha Life Benny Wulur meminta, pemberesan yang dilakukan setelah perusahaan ini dicabut izinya ialah dengan proses kepailitan. Menurutnya, ini jalan terbaik bagi nasabah selain likuidasi.
Bagi Benny, proses likuidasi justru membuat nasabah bisa semakin rugi karena aset perusahaan diduga sudah dilarikan oleh pemegang sahamnya. Sehingga, mau tidak mau, nantinya harus ada upaya hukum lainnya yang bisa memakan waktu lebih lama.
“kalau kepailitan ada sarananya apabila kita lihat ada aliran uang ke PT Fadent atau ada aliran uang ke Manfred maupun Evelyn sebagai pemegang saham, maka dalam Undang-Undang (UU) Kepailitan kita bisa melakukan gugatan lain-lain untuk meminta majelis hakim dalam 60 hari memutuskan itu dinyatakan sebagai boedel pailit,” ujarnya seperti dikutip dari Kontan,co.id.
Benny juga menambahkan bahwa pengajuan proses kepailitan ini dilakukan karena sudah tidak ada kepercayaan lagi terhadap OJK dari nasabah. Sehingga, meskipun proses likuidasi masih diawasi oleh OJK, nasabah pun menolaknya.
Baca juga: Tak Hanya Blokir dan Sita Aset, Polisi Juga Jemput Paksa Tersangka Wanaartha Life di Luar Negeri
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa permintaan pemegang polis untuk dilakukan proses kepailitan memang berdatangan. Meskipun, permintaan tersebut sudah sempat ditolak.
Ogi bilang, proses kepailitan saat ini tidak dapat dilakukan sejalan dengan proses pencabutan izin usaha yang telah diputuskan terhadap Wanaartha Life.
“Mengingat hari ini OJK telah mencabut izin usaha Wanaartha Life, maka proses pemailitan tidak dapat dilakukan kembali,” jelas Ogi.
Pakar hukum kepailitan Ricardo Simanjuntak menilai, keinginan dari para pemegang polis ini beralasan ketika mereka ingin pemberesan perusahaan tersebut tunduk pada pengadilan dengan jalan kepailitan.
Ia juga menambahkan bahwa dalam UU No 40 Tahun 2007 pasal 149 ayat 2 juga menyebutkan bahwa jika nantinya likuidator menemukan harta perusahaan lebih sedikit daripada kewajiban, maka likuidator harus mengajukan permohonan pailit. “Kesimpulannya memungkinkan adanya kepailitan,” ujarnya.
Ricardo bilang, pemegang polis mempunyai hak untuk meminta jika pemberesan itu dilakukan oleh likuidator yang tunduk pada RUPS maupun OJK dan lebih memilih tunduk pada pengadilan.
“Kalau kita azaz keterbukaannya memang lebih terlihat di keapilitan sebenarnya, karena kurator memilik kewenangan mengambil alih dari direksi. cuma memang dibutuhkan kemampuan khusus memahami bisnis itu,” pungkasnya. (Tribunnews.com/Kontan)