Kaleidoskop 2022: Kenaikan BI7DRR, Beban Pembiayaan dan Terkereknya Suku Bunga Deposito
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, transmisi kenaikan suku bunga acuan yang pertama terhadap suku bunga kredit dan bunga dana perbankan masih minim
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali, dan pada akhir tahun ini diperkirakan masih akan menaikkannya sekali lagi.
Saat ini, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan telah mencapai 5,25 persen setelah pada pertengahan November lalu BI menaikkannya sebesar 0,5 persen atau 50 basis poin.
Ini menjadi kenaikan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir di mana dalam empat bulan terjadi kenaikan suku bunga acuan secara berturut-turut dengan akumulasi sebesar 1,75 persen dari sebelumnya di level dari suku bunga acuan sebelumnya yang 3,5 persen.
Keputusan tersebut diambil sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3 atau lebih 1 persen lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.
Baca juga: Susul The Fed, Bank Sentral Eropa dan Inggris Kompak Kerek Suku Bunga 50 Bps
BI menyatakan akan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya, akibat kuatnya mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, transmisi kenaikan suku bunga acuan yang pertama terhadap suku bunga kredit dan bunga dana perbankan masih minim.
Disebutkan, suku bunga kredit Oktober 2022 meningkat terbatas menjadi 9,09 persen dari 8,94% pada Juli 2022. Sedangkan suku bunga deposito 1 bulan pada Oktober 2022 naik menjadi 3,40% dari 2,89% pada Juli 2022.
Perry Warjiyo mengatakan, masih terbatasnya kenaikan suku bunga tersebut seiring dengan likuiditas yang masih longgar yang memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga dana dan kredit.
"Likuiditas perbankan masih meningkat dan memadai. Per Oktober 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 29,46% dan meningkat dari bulan sebelumnya," kata Perry dalam sebuah konferensi pers virtual.
BI masih akan terus melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit dengan melakukan pendalaman asesmen terkait respons suku bunga perbankan terhadap suku bunga kebijakan.
Sementara Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyebut, kenaikan itu sejalan dengan proyeksi perseroan mengingat The Fed telah kembali menaikkan suku bunganya 75 bps pada awal November 2022 lalu.
Baca juga: The Fed Kerek Suku Bunga 50 Bps ke Level Tertinggi dalam 15 Tahun
"Saya kira (langkah BI) ini sudah benar. Kenaikan bunga The Fed menyebabkan rupiah juga harus disesuaikan agar kurs dollar ke rupiah bisa dikendalikan secara baik," kata Jahja.
Untuk merespons kebijakan BI tersebut, Jahja bilang, BCA akan menyesuaikan bunga deposito tahun ini dan kredit berdasarkan acuan bunga Jibor.
Ia mengatakan, bunga kredit berbasis Jibor ini sudah naik mengikuti perkembangan kenaikan Jibor setelah kenaikan suku bunga yang dilakukan sebelumnya.
Sedangkan penyesuaian terhadap bunga kredit jenis lain, kata Jahja, masih membutuhkan evaluasi lebih lanjut ke depan.
Konsumen Pembiayaan Terbebani
Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indratomo mengatakan bahwa kenaikan BI7DRR telah sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, yang menghendaki penyesuaian suku bunga acuan seiring agresivitas kenaikan The Fed Rate.
Hanya saja, Banjaran menilai, kenaikan suku bunga acuan secara langsung akan berdampak terhadap kenaikan cost of fund perbankan sehingga rate kredit atau pembiayaan juga akan meningkat.
Baca juga: Kementerian Keuangan Sebut Kenaikan Suku Bunga Berpotensi Timbulkan Krisis Utang Global
Akibatnya, konsumen pun akan terbebani dengan kenaikan tersebut, terutama pada pembiayaan perumahan maupun kendaraan.
Begitu juga dunia usaha akan lebih konservatif dalam mengakses pembiayaan modal kerja maupun investasi, terutama di industri yang merupakan padat modal seperti otomotif, pertambangan, dan infrastruktur.
"Hal tersebut berpotensi menyebabkan perlambatan ekonomi," ujar Banjaran kepada Kontan.co.id.
Di sisi lain, investor akan cenderung priced in karena dengan kenaikan tersebut seiring komitmen bank sentral untuk menekan inflasi akan membuat imbal hasil investasi kembali kompetitif.
Namun, agar ekonomi Indonesia masih mampu menyerap kenaikan suku bunga acuan, maka dirinya menghimbau untuk tidak menaikkan lagi hingga batas 5,5% - 5,75% di semester I-2023.
"Sampai dengan tengah tahun depan potensi kenaikan ini dalam normalisasi itu mengarah ke 5,5%-5,75% di semester I. Dengan asumsi, kenaikan agresif Fed masih berlanjut minimal 125 bps hingga 150 bps," katanya.
Pendanaan Meningkat
Senada dengan Banjaran, pengamat properti dan CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI akan direspons perbankan dengan menaikkan bunga kredit sehingga besaran cicilan yang harus dibayar debitur akan naik hingga Rp 300.000 per bulan.
"Naiknya bunga akan menaikkan cicilan Rp 150.000-300.000 per bulan itu relatif bisa tinggi atau tidak tergantung daya beli," ujarnya dikutip Kompas.com.
Ali bilang, berdasarkan perhitungannya, dengan kenaikan suku bunga BI tersebut maka suku bunga KPR di perbankan akan naik 1-2 persen hingga akhir tahun ini. Meskipun saat ini masih ada perbankan yang menahan kenaikan bunga KPR, namun diperkirakan setiap kenaikan 1 persen di bunga KPR maka akan menggerus pangsa pasar KPR nasional sebanyak 4-5 persen.
"Bunga KPR akhir tahun bisa naik 1-2 persen. Jadi kemungkinan saja penurunan (pangsa pasar KPR) 4-10 persen," kata dia.
Kendati demikian, dia bilang, masyarakat yang sedang mengambil KPR tidak perlu khawatir. Sebab, dalam siklus KPR pasti akan mengalami naik-turunnya bunga KPR. Dengan demikian, meski saat ini hingga beberapa saat ke depan harus membayar cicilan KPR tinggi, tapi ketika tren kenaikan suku bunga acuan BI sudah berakhir maka bunga KPR akan kembali turun.
"Jadi ketika saat ini naik harusnya tidak masalah, nanti mereka akan merasakan bunga rendah lagi di pertengahn periode KPR-nya. Tapi memang di awal-awal cicilan akan tinggi," jelas Ali.
Pendanaan Emiten
Pada sektor pasar modal, kenaikan suku bunga acuan dinilai dapat berdampak negatif terhadap pendanaan emiten. Ini karena kenaikan suku bunga bisa membuat cost of fund atau biaya pendanaan meningkat.
Baca juga: Penurunan Suku Bunga KUR Super Mikro Dinilai Tepat di Tengah Ancaman Gelombang PHK
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, sektor konstruksi dan teknologi akan sangat terpengaruh kenaikan cost of fund akibat naiknya suku bunga. Ini karena umumnya debt to equity ratio alias DER di sektor ini cukup tinggi,
“Karena semua penjualan dalam bentuk proyek sebetulnya membutuhkan pendanaan terlebih dahulu untuk mengerjakan dan ketika proyek selesai baru bisa dilepas,” kata Wawan.
Akibatnya, cashflow perusahaan konstruksi menjadi ketat dan emiten akan terus mencari pendanaan dengan cara berutang atau melakukan initial public offering (IPO) anak usaha.
Hal yang serupa juga terjadi pada emiten sektor teknologi yang umumnya dari sisi penjualan meningkat tetapi belum memiliki laba (profit). Ini karena emiten masih berada pada periode "bakar duit" dan promosi. Semakin mahal pendanaan, maka semakin tipis juga uang yang bisa dibakar, dan efisiensi akhirnya akan dilakukan.
“Untuk kedua sektor di atas saya sarankan wait and see saja,” ujar Wawan.
Perbankan Kerek Bunga Deposito
Kenaikan suku bunga acuan ini bakalan menjadi momentum menarik bagi masyarakat yang lebih suka menyimpan uangnya atau berinvestasi dalam bentuk deposito.
Karena bank perlahan mulai mengerek bunga depositonya, hal ini sebagai respons adanya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 50 bps atau 0,5 persen menjadi 5,25 persen.
PT Bank Central Asia Tbk atau BCA misalnya, telah menaikkan suku bunga deposito guna menyesuaikan kenaikan BI Rate. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, bank telah menaikkan suku bunga deposito secara bertahap sejak Oktober 2022 baik rupiah maupun valas secara berkala.
Saat ini bunga deposito valas dolar AS BCA berkisar 0,75 peren-1,75%. Sementara itu, sejak November 2022, BCA juga telah menaikkan suku bunga deposito rupiah secara bertahap. Saat ini deposito IDR berkisar 2,00 persen-2,10 persen.
Serupa, PT Bank Mandiri juga senantiasa menyesuaikan suku bunga deposito seiring dengan tren kenaikan bunga acuan, trend di pasar dan kondisi likuiditas perbankan. Sehingga TMT 1 November 2022, counter rate deposito dolar AS dinaikan sebesar 55 bps sampai dengan 155 bps untuk penempatan dengan tenor 1 bulan sampai dengan tenor 24 bulan berkisar 0,22 persen-0,75 persen.
Sedangkan untuk counter rate deposito rupiah, SVP Retail Product and Solution Group Bank Mandiri Evi Dempowati mengatakan, penawaran suku bunga eksisting saat ini di rasa masih cukup kompetitif bila dibandingkan dengan bank lain. Suku bunga deposito rupiah bank berkode saham BMRI ini berkisar 1,00 persen-7,50 persen.
"Dapat kami sampaikan bahwa suku bunga yang Bank Mandiri tawarkan untuk deposito valas dan rupiah akan sangat bergantung pada perkembangan suku bunga acuan, baik The Fed untuk valas maupun BI 7 Days Reverse Repo untuk Rupiah, tren suku bunga deposito di pasar, serta tentunya kondisi likuiditas perbankan nasional," ujar Evi kepada kontan.co.id, Senin (19/12/2022).
Devi menyatakan, dengan adanya kenaikan suku bunga deposito valas tersebut tentunya juga meningkatkan biaya bunga bank. Akan tetapi hal ini telah diperhitungkan dan sejalan dengan proyeksi yang pihaknya buat untuk tahun 2022.
"Untuk di tahun depan, tentunya kami akan melihat kembali bagaimana perkembangan suku bunga acuan, tren suku bunga di pasar, dan juga likuiditas di internal maupun secara nasional," tambahnya.
Baca juga: Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Melonjak, Ekonom: Bunga KPR Bisa Naik 3 Persen pada Tahun Depan
Dalam mengelola likuiditas baik valas maupun rupiah di tahun depan, pihaknya juga terus berusaha menjaga likuiditas berdasarkan rasio-rasio intermediasi makroprudensial dan juga perkembangan kondisi pasar, sehingga senantiasa selalu agile dan mengikuti kondisi terkini yang terjadi di tahun depan.
Adapun PT Bank Tabungan Negara atau BTN juga ikut menyesuaikan suku bunga simpanan sejalan dengan suku bunga BI yang meningkat tinggi, namun dengan tetap memperhatikan cost of fund atau biaya dana sehingga intermediasi tetap terjaga.
Direktur Distribution dan Funding BTN Jasmin mengatakan, saat ini bunga simpanan khususnya deposito rupiah berada di kisaran 2,35 persen hingga 3,15 persen dan deposito valas dolar AS di kisaran 0,1 persen hingga 0,2 persen.
"Sementara untuk special rate dengan nominal tertentu berada di kisaran 4,75 persen-5,25 persen sama dengan BI rate saat ini. Pasti BTN ikut menyesuaikannya untuk merespon kenaikan BI, sehingga cost of fund pasti akan naik," ungkap Jasmin.
Pada 30 September lalu, bunga deposito rupiah BTN masih di level 2,35 persen-2,75 persen untuk tenor 1-12 bulan. Sementara saat ini bunga deposito rupiah BTN berkisar 2,35 persen-3,15 persen.
Setali tiga uang, Bank Ina mengaku, dengan kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 5,25 persen dengan sendiri nya suku bunga di perbankan meningkat.
"Sekarang ini kenaikan suka bunga deposito antara 50 bps to 75 bps. Biaya dana dengan sendiri nya juga ada kenaikan, sementara ini sekitar 75 bps," terang Direktur Utama Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu.
Daniel mengatakan, target ke depan, pihaknya akan lebih agresif dalam meningkatkan dana CASA untuk mengimbangi kenaikan suku bunga deposito. Asal tahu saja, bank Ina menawarkan suku bunga deposito berkisar 3 persen-7 persen per tahun dengan tenor simpanan yang beragam mulai dari satu bulan, tiga bulan, enam bulan, hingga satu tahun.
Untuk diketahui, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat terjadi kenaikan pada suku bunga deposito atau simpanan seiring dengan naiknya suku bunga acuan BI yang saat ini berada di level 5,25 persen.
Dari laporan yang dirilis oleh LPS, tingkat suku bunga deposito rupiah rata-rata di seluruh bank naik 17 basis poin (bps) menuju level 3,31 persen pada Oktober 2022. Sementara, pada periode yang sama suku bunga maksimum naik 27 bps ke level 3,99 persen dan suku bunga minimum naik 8 bps menjadi 2,64 persen.
LPS memperkirakan suku bunga simpanan masih akan meningkat bertahap sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan. Kendati demikian, kondisi likuiditas diperkirakan tetap terjaga di tengah kebutuhan untuk menyalurkan kredit, serta memenuhi kebijakan likuiditas Bank Indonesia.