Ekonomi Asia Diuntungkan Saat Kebijakan Moneter AS Stabil, Indonesia Juga?
Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa ekonomi Asia diuntungkan dalam kondisi di mana kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) pada level stabil
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Chief Economist dan Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa ekonomi Asia diuntungkan dalam kondisi di mana kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) pada level stabil atau akomodatif, serta ekonomi China yang kuat.
Kebijakan suku bunga Amerika yang stabil cenderung positif bagi arus dana ke Asia, sementara ekonomi China yang kuat akan berdampak positif terhadap perdagangan dan ekonomi Asia.
"Sebab, China merupakan partner dagang utama bagi kebanyakan negara Asia. Di 2022, kedua faktor ini tidak suportif bagi Asia, karena ada kenaikan suku bunga Amerika yang agresif dan ekonomi China yang melemah," ujar Katarina dalam risetnya, Senin (26/12/2022).
Baca juga: Ekonomi Era Jokowi Disebut Lebih Baik Ketimbang SBY, Demokrat: Orang Lapar Sekarang Itu Nyata!
Sedangkan di 2023, ia melihat kedua faktor ini dapat menjadi lebih suportif, di mana suku bunga AS diperkirakan sudah memuncak dan lebih stabil, serta ekonomi China dapat membaik seiring pembukaan kembali ekonomi.
"Oleh karena itu kami melihat masih terdapat peluang di kawasan Asia di tengah risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju," katanya.
Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan 2022, terdampak kenaikan suku bunga, normalisasi harga komoditas, dan perlambatan ekonomi global yang menekan ekspor.
Meskipun demikian, pertumbuhan Indonesia masih relatif stabil dan cukup jauh dari kemungkinan resesi yang diperkirakan terjadi di kawasan negara maju.
Katarina menambahkan, ekonomi Indonesia masih tertopang oleh konsumsi domestik yang terjaga, di mana konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Kenaikan UMR yang tinggi untuk 2023 menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung daya beli konsumen di tahun depan. Secara keseluruhan kami memperkirakan pertumbuhan PDB 2023 di kisaran 4,5 persen hingga 5 persen," pungkasnya.