Ekonom: Tahun Politik Tidak Akan Ganggu Pertumbuhan Ekonomi
Piter meyakini pemerintah Indonesia sudah menyiapkan struktur ekonomi makro dan kebijakan fiskal yang mampu menjaga stabilitas moneter dan keuangan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun politik ini didasarkan pada beberapa faktor determinan yang cukup kompleks.
Hariyadi menegaskan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 masih akan penuh ketidakpastian, mulai dari inflasi global, pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga, potensi krisis utang global, serta adanya potensi stagflasi.
"Kita (pengusaha) memang memandang uncertainty (ketidakpastian) yang masih sangat tinggi. Tapi kami yakin kalau pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen, pasti," ujar dia.
Apindo juga menegaskan bahwa Indonesia tidak akan masuk jurang resesi karena ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif di tengah ancaman global.
Hanya saja, Apindo mencermati bahwa inflasi sudah meningkat dalam tahap yang cukup cepat.
Apabila tidak dikontrol maka akan mempengaruhi daya beli masyarakat, mempengaruhi kapasitas produksi sektor riil sehingga inflasi perlu dikendalikan.
"Permintaan yang terkait dengan lifestyle seperti tekstil, garmen, alas kaki dan furniture atau yang terkait dengan non pangan dropnya sangat besar," ungkapnya.
Baca juga: Bank Dunia Pangkas Prospek Pertumbuhan Ekonomi China Menjadi 2,7 Persen Pada Tahun Ini
Ramalan Positif Lembaga Dunia
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa lembaga keuangan dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun politik tidak akan gelap.
Berbagai lembaga dunia itu di antaranya Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (ADB).
"Mereka memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kita antara 4,7 sampai 5,1 (persen) di tahun depan,” ujar Menko Perekonomian.
Ia menjelaskan proyeksi tersebut didasarkan pada peningkatan penanganan risiko Covid-19 dan percepatan vaksinasi yang relatif baik.
Selain itu, APBN fiskal juga berfungsi sebagai shock absorber, harga-harga komoditas yang tinggi, dan sukses presidensi G20 yang meningkatkan kredibilitas Indonesia di pasar internasional.
“Kemudian yang kedua, tentu kita memperhatikan lingkungan geopolitik global, inflasi global, scarring effect terhadap inflasi, kemudian cuaca ekstrem, dan terkait dengan inflasi,” tambahnya.
Baca juga: Pemerintah Ambisius Pertumbuhan Ekonomi RI 2023 Sebesar 5,3 Persen, Bank Dunia Ramal Tak Tercapai