YLKI Dorong PT KCI Raup Pemasukan Tambahan dari Iklan Ketimbang Naikkan Tarif
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tukus Abadi mengatakan ada berbagai cara yang dapat dilakukan PT KCI untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong PT Kereta Commuterline Indonesia atau KCI untuk mendapatkan pemasukan tambahan melalui berbagai cara, dibandingkan dengan menaikkan tarif perjalanan KA.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tukus Abadi mengatakan ada berbagai cara yang dapat dilakukan PT KCI untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
Satu dari sejumlah langkah untuk menambah pemasukan itu dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi iklan di stasiun-stasiun KRL Jabodetabek.
Baca juga: Anggaran PSO Kereta Api Tahun 2023 Rp 2,5 Triliun, Termasuk untuk KRL Jabodetabek
Tulus pun mendorong agar manajemen KCI sebagai operator KRL Commuterline Jabodetabek mempertimbangkan hal tersebut.
“Mendorong managemen KCI sebagai operator Commuter line, agar berupaya keras untuk meningkatkan pendapatan dari non tarif (non fare box revenue), seperti naming right pada stasiun, iklan komersial, sewa tenan, dan lain-lain,” kata Tulus Abadi saat dikonfirmasi, Senin (2/1/2023).
Lebih jauh ia menilai bahwa wacana kenaikan tarif KRL Commuterline yang hanya bagi orang mampu akan sulit diwujudkan dan diterapkan.
Sehingga cara lain ini, kata Tulus, akan lebih efektif ketimbang memberlakukan dual tarif sebagaimana diwacanakan pemerintah.
“Oleh karena itu, hal yang paling rasional adalah mereview tarif eksisting KRL Jabodetabek. Survei YLKI menunjukkan ada ruang bagi pemerintah utk menaikkan tarif KRL Jabodetabek sebesar Rp 2.000 untuk 25 km pertama,” tuturnya.
Baca juga: Kritik Menhub soal Tarif KRL Orang Kaya dan Miskin, DPR: Kebijakan Diskriminatif
YLKI meminta pemerintah membatalkan wacana sistem dual tarif pada KRL Commuterline Jabodetabek.
Adapun aturan dual tarif itu memungkinkan masyarakat yang mampu untuk membayar lebih mahal biaya perjalanan, sedangkan untuk masyarakat yang masuk dalam kategori kurang mampu maka biaya berjalanan kereta akan tetap disubsidi.
“Terhadap wacana tersebut, kami berpendapat, sebebaiknya Menhub membatalkan wacana kebijakan utk menerapkan dual tarif di dalam tarif Commuter Line/KRL,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tukus Abadi saat dikonfirmasi, Senin (2/1/2023).
Ia pun menjelaskan alasan pihaknya meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membatalkan wacaa dual tarif tersebut. Setidaknya, Tulus mengungkapkan ada empat masalah dari wacana tersebut.
Baca juga: Pengamat Tanggapi Isu Kenaikan Tarif KRL untuk Orang Kaya
Pertama, ia melihat wacana dual tarif ini bermasalah secara pragmatis, khususnya dari sisi politik manajemen transportasi publik.