Industri Tekstil Terancam, API: Tidak Ada Lagi Kepastian Hukum
Perppu Cipta Kerja disebut akan berdampak terhadap hilangnya kepastian hukum. Padahal mereka telah kehilangan 60.000 karyawannya pada 2022.
Editor: Hendra Gunawan
Selain itu, dia mengeluhkan situasi yang sulit untuk diperkirakan oleh pengusaha, yakni tingkat produktivitas tidak sejalan kenaikan upah minimum.
Baca juga: Aturan Pesangon Makin Kecil di Perppu Cipta Kerja Sebabkan PHK Merajalela
"Lalu, yang paling tidak bisa diprediksi, ketika upah minimum naik tidak dibarengi peningkatan produktivitas. Mengakibatkan biaya lembur itu meningkat," kata Nurdin.
Lebih lanjut, dia menambahkan, ada beberapa komponen yang harus perusahaan keluarkan selain upah minimum yang pada akhirnya berjumlah cukup besar.
"Jadi, kalau kita mau hitung selisih upah minimum yang sesungguhnya dikeluarkan perusahaan itu lebih daripada 1 kali lipat (upah minimum)" pungkasnya.
Pemerintah Memverifikasi
Plt. Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ignatius Warsito mengatakan perlu adanya verifikasi mengenai jumlah karyawan yang terimbas pemutusan hubungan kerja di industri TPT.
"Kita bicara data dan kenyataan setelah kami cek benar ada. Yang namanya PHK ada, ini terkait data autentik yang perlu kita selaraskan, ini juga perlu dipastikan berapa yang dikategorikan PHK, dirumahkan maupun sementara," tutur Ignatius dalam Jumpa Pers Akhir Tahun 2022, Selasa (27/12/2022).
Guna mendata berapa banyak karyawan yang terimbas, Menteri Perindustrian telah mengeluarkan putusan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) terkait penanganan industri TPT.
Satgas akan melakukan inventarisasi berbagai masalah yang ada di sektor TPT dan alas kaki, termasuk menganalisa penurunan permintaan ekspor dari pasar internasional.
"Harga-harga barang melambung tinggi dan banyak pengangguran di seluruh dunia. Kita secara kebijakan eksternal kita ingin pastikan bahwa pasar-pasar yang melemah itu betul-betul dikalkulasi lagi ordernya," ucap Ignatius. (Tribunnews.com)