Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Terdapat Ancaman Resesi di 2023, DEN Beri Pandangannya Terkait Ketahanan Energi Nasional

Memanasnya geopolitik Rusia-Ukraina masih akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan rantai pasok komoditas energi di tingkat global.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Terdapat Ancaman Resesi di 2023, DEN Beri Pandangannya Terkait Ketahanan Energi Nasional
Doc. Pertamina
Ilustrasi. Memanasnya geopolitik Rusia-Ukraina masih akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan rantai pasok komoditas energi di tingkat global. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) memberikan pandangannya perihal situasi ketahanan energi di dalam negeri, di tengah adanya isu resesi global yang bakal terjadi pada tahun ini.

Diketahui, memanasnya geopolitik Rusia-Ukraina masih akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan rantai pasok komoditas energi di tingkat global.

Sekjen DEN, Djoko Siswanto mengungkapkan, untuk kondisi kelistrikan di Indonesia diproyeksikan masih dalam keadaan aman.

Pasalnya, pasokan energi primer pembangkit listrik masih sangat tercukupi.

Baca juga: Kepala BKKBN Pastikan Tidak Ada Resesi Seks di Indonesia Tahun Ini

Djoko mengungkapkan, stok batubara di domestik sangat melimpah, dengan produksi per tahunnya sekitar 700 juta ton.

Diketahui, sekitar 60 persen pembangkit di Indonesia merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Berita Rekomendasi

"Dari ketahanan energi, untuk listrik kita cukup tangguh. Indeks ketahanan energi kita sudah di angka 6,61. Memang masuk di kategori tahan, bukan sangat tahan," ucap Djoko dalam diskusi energi di Jakarta, Kamis (23/2/2023).

"Kita masih punya banyak batubara. Kita produksi sekitar 700 juta ton, kemudian 60 persen pembangkit kita 60 persen masih batubara," sambungnya.

Namun di lain sisi, Djoko juga menyoroti masih tingginya ketergantungan energi yang bersumber dari fosil. Bahkan ada sejumlah komoditas yang sangat bergantung pada impor.

Misalnya minyak mentah, LPG, dan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin.

Meski demikian, Pemerintah terus berupaya mengurangi impor komoditas tersebut dengan berbagai cara.

Pertama, Pemerintah tengah mendorong program gasifikasi batu bara (Dimethyl Ether/DME) sebagai energi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Penggunaan DME diharapkan juga dapat mengurangi impor LPG.

Tak hanya itu, pembangunan jargas yang masif juga bertujuan untuk mencapai penghematan subsidi LPG dan pengurangan impor LPG.

Kedua, adanya implementasi program pencampuran 35 persen biodiesel dengan 65 persen bahan bakar minyak jenis Solar, atau disebut B35.

Program tersebut akan berdampak positif terhadap neraca impor migas nasional. Diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara importir minyak.

Dan ketiga, Pemerintah juga sedang mendorong penggunaan kendaraan listrik dan juga kompor listrik.

"Kita masuk kategori belum sangat aman karena kita masih ada komditi fosil yang impor yaitu LPG, minyak mentah, bensin. Kalau solar aman karena ada program B30 dan B35," papar Djoko.

"Kita punya program pengurangan impor LPG, minyak mentah, salah satu upayanya dengan program jargas, DME, dan kompor listrik, kemudian kita menyiapkan infrastruktur untuk kendaraan listrik," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas